Kampung Tua Bitombang, di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel. (Dok/Dinas Pariwisata Selayar).

4 Kampung Unik Ini Simpan Sejarah Peradaban Selayar

Publish by Redaksi on 17 June 2023

NEWS, IDenesia.id- Selain populer dengan objek wisata bahari, Kabupaten Kepulauan Selayar, juga menyimpan banyak sejarah tentang peradaban lampau di Sulawesi Selatan. Itu ditunjukan dengan eksistensi beberapa lokasi yang menjadi kampung, sekaligus saksi sejarah di Tanah Doang.

Dilansir dari laman resmi Dinas Pariwisata Selayar, ada empat kampung unik, petanda cerita dari begitu terjaganya budaya, adat-istiadat dan kearifan lokal di daerah setempat. Empat kampung ini hadir dengan ciri khasnya masing-masing.

Kampung Tua Bitombang

Disebut kampung tua, karena usianya yang sudah mencapai hitungan abad. Lokasinya berada di Bontobangun, Kecamatan Bontoharu. Saat mengunjungi dusun ini, kamu akan menemukan kesan kehidupan masyarakat lokal Kepulauan Selayar di masa lampau. Ditandai dengan rumah-rumah panggung tua dengan tiang, dinding dan atap yang dibuat menggunakan material kayu dan bambu berusia ratusan tahun.

Memasuki rumah penduduk di kampung ini, kamu akan menemukan peralatan rumah seperti alat masak, perabot dan perkakas berusia ratusan tahun. Kekhasan lainnya adalah tiang rumah yang menjulang hingga 15 meter, mengikuti topografi wilayah kampung yang di beberapa titik merupakan jurang terjal. Di Kampung ini pula beberapa adat istiadat dan kearifan lokal masyarakat Selayar dimasa lampau, masih dilakoni penduduk kampung.

Kampung Gantarang Lalang Bata

Perkampungan ini ada di dataran tinggi Kepulauan Selayar, dan bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat dengan waktu sekitar 30 menit dari Benteng, Ibu Kota Kepulauan Selayar. Di kampung ini terletak Masjid Tua Gantarang Lalang Bata, yang diperkirakan telah beridiri sejak abad 16. Usianya diklaim lebih tua dari Masjid Katangka di Kabupaten Gowa.

Kampung ini dikelilingi oleh pagar batu yang disusun rapi dengan tinggi satu sampai dua meter. Kondisi ini pulalah yang menjadi benang merah nama dusun dimana lalang berarti di dalam. Sementara bata sendiri, oleh masyarakat Selayar adalah batu yang disusun menjadi pagar pembatas kebun atau rumah dimasa lampau.

Mesjid Tua Gantarang Lalang Bata, menawarkan eksotisme berupa konstruksi bangunan yang memadukan bahan bebatuan dan kayu, dimana beberapa diantaranya telah dilakukan pemugaran dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Terdapat pula peninggalan berupa pedang, bedug berusia ratusan tahun dan materi khotbah dengan tulisan aksara Arab.

Kampung Padang

Kampung Padang diyakini sebagai tanah tumbuh yang kemudian didiami oleh penduduk dan membentuk sebuah perkampungan. Dusun Padang terletak sekitar 7 km dari Kota Benteng, Kepulauan Selayar, merupakan perkampungan yang menyimpan sejuta cerita tentang keberadaan Selayar di masa silam.

Kampung Padang dikenal sebagai pintu masuknya budaya Tionghoa di Kepulauan Selayar. Data dari dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Selayar menyebutkan, Kampung Padang adalah daerah yang menjadi tempat pedagang dan saudagar asal Negeri Tirai Bambu berlabuh pada zaman dahulu.

Beberapa diantara para saudagar asal Cina, memilih bermukim di daerah itu dan tidak lagi kembali ke negaranya. Tidak salah jika di kampung itu, hidup etnis pribumi dan Tioghoa secara berdampingan. Agama mereka berbeda-beda, ada yang memeluk agama Islam, Konghucu, dan Kristen.

Pada perkembangannya kemudian, telah terjadi perkawinan antar etnis dan antar agama. Sehingga di daerah itu terbentuk budaya dan karakter kehidupan sosial yang khas. Bukti sah dari semua itu, dapat kita temukan dari keberadaan peninggalan sejarah berupa jangkar dan meriam raksasa peninggalan saudagar Cina, yang masih tersimpan di Dusun Padang hingga kini.

Kampung Tajuiya

Kampung Tajuiya terletak sekitar 27 km dari Kota Benteng, Ibu kota Kepulauan Selayar. Ciri khas kampung ini karena profesi sebagian besar penduduknya berupa Pandai Besi yang menarik untuk disaksikan aktivitasnya.

Profesi pandai besi sudah ditekuni penduduk setempat sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Beberapa di antara mereka merupakan generasi ketiga, dimana keahlian yang dimiliki merupakan warisan dari para leluhur dan pendahulu kampung.

Meski kegiatan mereka sudah banyak dibantu oleh perlatan moderen, namun secara umum proses pembuatan perkakas seperti parang, sabit, kampak, dan lainnya masih bersifat manual dan mengandalkan ketrampilan alamiah penduduk kampung.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross