Proses sidang kasus korupsi tambang pasir laut Takalar, di Pengadilan Negeri Makassar. (Dok/Kejati Sulsel).

Jaksa Hadirkan 4 ASN dalam Sidang Kasus Korupsi Tambang Pasir Laut Takalar

Publish by Redaksi on 6 June 2023

NEWS, IDenesia.id - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menghadirkan empat orang saksi aparatur sipil negara (ASN) dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tambang pasir laut di Kabupaten Takalar. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Senin, 5 Juni 2023.

Empat saksi yang dihadirkan yakni, AU staf Sekretariat Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Sulsel, A staf Bidang Akutansi dan Pelaporan BKPD Takalar, DA Dinas ESDM Sulsel dan S Sekertaris Lurah Pa’bundukang, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Takalar.

“Empat orang saksi dihadirkan untuk didengar keterangannya guna membuktikan dakwaan penuntut umum terhadap terdakwa,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel Soetarmi dalam keterangan tertulis yang diterima IDenesia, Selasa, 6 Juni 2023.

Terdakwa dalam perkara ini adalah GM mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Takalar 2020. Kemudian JM dan HB, mantan Kepala Bidang dan Retribusi Daerah BPKD Takalar 2020. Empat saksi yang dihadirkan JPU kata Soetarmi memberikan keterangan untuk membuktikan dakwaan terhadap terdakwa GM.

Sekilas tentang kasus dugaan korupsi tambang pasir laut Takalar

Tim penyidik Kejati Sulsel lebih dulu menetapkan GM sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka diumumkan pada Kamis, 30 Maret 2023. Kasus ini telah diselidiki penyidik Kejati Sulsel sejak awal 2020. Kepala Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer kala itu menjelaskan, tersangka berperan menetapkan harga yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah.

“Harga dasar per meter kubik pasir seharusnya Rp10.000 tapi dijual dengan harga Rp7.500. "Yang bersangkutan menetapkan nilai pasar atau harga dasar pasir laut," ucap Leonard. Proses penambangan pasir laut dimulai sejak Februari 2020. Lokasinya berada di wilayah perairan Takalar, tepatnya di Kecamatan Galesong Utara.

Lokasi penambangan kata Leonard masuk dalam wilayah konsesi PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Sementara PT Boskalis Internasional adalah perusahaan yang menambang. Penambangan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar. Khususnya untuk proyek strategis nasional pembangunan Makassar New Port (MNP) pada tahap 1B dan 1C.

Berdasarkan hasil audit, dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan kerugian keuangan negara dalam kasus itu sebesar Rp7, 61 miliar lebih. Menurut Leonard, penetapan harga tidak sesuai dengan surat Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 1417/6/2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang penetapan harga patokan mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah Sulsel dan juga peraturan Bupati Takalar Nomor 09.A Tahun 2017 Tanggal 16 Mei 2017 serta Nomor 27 Tahun 2020 tanggal 25 September 2020.

Selasa, 9 Mei 2023, penyidik Kejati Sulsel kembali menetapkan dua tersangka yakni JM dan HB dalam kasus tersebut. Ketiganya dianggap sama-sama berperan dalam proses jual harga dasar pasir laut yang merugikan negara cukup besar. Mereka didakwa pasal kombinasi. Yakni, Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 118 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Subsidaer, Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pengembalian kerugian keuangan negara

Seiring berjalannya proses hukum, Kejati Sulsel menerima pengembalian kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi tambang pasir laut di Kabupaten Takalar. Uang kerugian negara itu dikembalikan oleh perusahaan empunya konsesi tambang pasir, PT Banteng Laut Indonesia.

“Kerugian keuangan negara sebesar Rp483.340.000 dari AN, Direktur PT Banteng Laut Indonesia, atas dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut pada BPKD Takalar 2020,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi, Kamis 11 Mei 2023.

Penyitaan kerugian negara untuk dijadikan sebagai barang bukti dugaan tindak pidana korupsi. Kata Soetarmi, penyidik juga sudah lebih dulu menyita kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus itu. Uang disita dari perusahaan pemilik konsesi tambang pasir lainnya, PT Alefu Karya Makmur senilai Rp4.579.003.750 miliar.

Proses penyitaan dilaksanakan pada 6 Desember 2022 tahun lalu. Menyusul penyitaan dari PT Banteng Laut Indonesia pada 30 Januari 2023 sebesar Rp2.000.000.000 miliar. Pengembalian kerugian negara dari PT Banteng Laut Indonesia, Rabu kemarin adalah yang kedua kalinya.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross