Pak Jala, Pengrajin Walasuji Di Kota Makassar

Pengrajin Walasuji Bertahan Demi Keberlangsungan Hidup dan Tradisi

Publish by Redaksi on 1 October 2022

NEWS, IDenesia.id - Jejeran bambu menghiasi Jl. Baji Minasa, Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso, Kota Makassar. Disinilah setiap hari Pak Jala menghabiskan waktunya membuat dan menjual Walasuji, atau orang Makassar lebih sering mengenal dengan sebutan lasugi. Itu dilakukan Pak Jala untuk mempertahankan tradisi Bugis Makassar, serta keberlangsungan hidup keluarganya.

"Lasugi ini hanya di pakai sama orang Bugis Makassar, ini sudah budaya dari dulu, sekarang kurang mi orang tidak pakai. Saya masih membuat lasugi ini karena masih adaji orang yang mau mempertahankan budaya ini juga," tuturnya kepada IDenesia.id.

30 tahun Pak Jala menekuni pembuatan Walasuji. Saat ditemui IDenesia.id, Pak Jala tengah merapikan Walasuji pesanan konsumennya. Dirinya pun mengaku memulai usaha tersebut di tahun 1992, namun sebelumnya ia hanya bekerja sebagai kernet pengantar bambu pesanan.

"Tahun 80an itu cuman ikut-ikut sama orang, karnet-karner ja dorong gerobak antar bambu. Peminum keraska dulu, jadi kalau sudah antar bambu pergi lagi minum. Sekitar tahun 1992 itu mulaima jual bambu sendri, karna kutau mi dimana orang biasa ambil bambu," terang Bapak beranak lima itu.

Diawal usahanya, Pak Jala menjual 5 gram emas kawin milik istrinya untuk di jadikan modal usaha. Ia kemudian mulai menjual bambu dengan harga Rp 1.000 per batang. "Dulu masih Rp 30 ribu satu gram itu emas, baru yang saya jual cuman lima gram ji, jadi berapa ji itu Modalku dulu. Baru kujualmi seribu satu batang, baru ku dorong pake gerobak mi itu kalau ada orang mau beli. Siksa mentongki dulu," terangnya.

Hingga memasuki tahun 2000, usaha Pak Jala mulai banyak diminati, lantaran di masa itu hanya dirinyalah penjual bambu yang ada di wilayah tersebut. Peningkatan pesanan itu bersamaan dengan banyaknya penjual bambu di sekitarnya. "Biar banyak penjual bambu lain disini tidak masalahji, karna beda-beda orang rejekinya," sahut Pak Jala.

Pak Jala kemudian memulai membuat kerajinan Walasuji tersebut di tahun 2001. Hingga saat ini berbagai kerajinan khas Bugis Makassar seperti, Panca, Pannyambungi, Baruga, Gamacca, yang terbuat dari bambu mampu ia buat.

Meski di usianya saat ini mencapai 64 tahun, ia masih terampil menganyam tiap helai bambu. Untuk Walasuji, Pak Jala menjualnya dengan harga Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu, sesuai ukuran yang dipesan konsumen. Sementara untuk Panca Ia jual dengan harga Rp 200 ribu, dan untuk Baruga dengan diameter 2x5 meter, ia jual dengan harga Rp 1,5 juta. Pak Jala memperoleh bambu dari Kabupaten Maros dengan harga Rp 15 ribu rupiah per batang, dan ia jual dengan harga Rp 25 ribu rupiah per batang.

Kualitas kerajinan bambu Pak Jala sudah tak diragukan lagi, hal itu terbukti saat Walasuji buatannya turut andil dalam perayaan event bergensi di Kota Makassar, tepatnya di Event F8 di tahun 2019 silam. Ia juga sering kali diminta untuk membuat lasuji berbagai acara, baik itu di gedung maupun di hotel.

"Saya itu dulu bikin baruga sama lasugi waktu F8 di Pantai Losari 2019 dulu. Sekarang kadang kadang mami ada orang panggil bikin lasuji di gedung sama di hotel," beber pria bercucu tiga itu.

Namun dibalik kesuksesannya, ia juga pernah mengalami kerugian, lantaran baruga yang ia buat dengan harga Rp 19 juta, yang hingga kini tak di bayar oleh konsumennya. "Pernah dulu itu ada pesanan ku bikin baruga untuk acara nikah di gedung, orang kaya juga itu yang pesan. Lumayan besar itu baruga tingginya itu 5 meter, lebarnya 10 meter biar mobil kontener bisaji masuk. Tapi pas mau pencairan, masuk korona, aii ta' kancing tidak bisa dicairkan. Sampai sekarang mi tdk pernah juga ku tagih, ku ikhlaskanmi saja," ucap Pak Jala.

Hingga saat ini penjualan bambu serta Walasuji miliknya mengalami penurunan. Hal itu terjadi lantaran kurangnya konsumen yang membutuhkan kerajinanya. "Kurang mi sekarang, karna kurang juga orang bikin acara toh. Bambu juga kurang yang beli karna kurang pembangunan, jadi itu tukang jarang beli bambu," sambungnya.

Meski demikian Pak Jala tetap optimis dengan usahanya, menurutnya yang terpenting bagai mana mensyukuri rejeki yang ada. "Disyukuri mami sekarang, yang penting tetap jaki berbuat baik sama orang adaji itu rejeki," tutup Pak Jala.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross