Rumah Adat Tolo (foto:IG@ellang16_)

3 Situs Sejarah di Jeneponto yang Wajib Dikunjungi Saat Liburan

Publish by Redaksi on 19 January 2024

NEWS, IDenesia.id - Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu wilayah dengan potensi tinggalan budaya yang cukup beragam baik itu yang berupa bangunan cagar budaya, situs cagar budaya, serta benda cagar budaya.

Keberadaan cagar budaya tersebut merupakan bukti dari kreatifitas dan hasil cipta yang sangat bernilai tinggi dan menjadi salah satu karya adi luhung bangsa Indonesia yang harus terus dijaga dipelihara dan dilestarikan untuk selanjutnya dimanfaatkan pada berbagai kepentingan.

Selain itu keberadaan tinggalan budaya khususnya cagar budaya tersebut menjadi pembuktian akan keberadaan beberapa kelompok adat dan kerajaan yang pernah ada di bumi Turatea. Menurut informasi masyarakat bahwa pada jaman kerajaan di Nusantara di Bumi Turatea telah muncul sebuah kerajaan besar yaitu Kerajaan Binamu dan menjadi kerajaan sekutu (palili) dari Kerajaan Gowa yang telah mempersatukan beberapa kerajaan seperti Bangkala, Rumbia, Arung Keke, Taroang dan Tolo.

"Kerajaan-kerajaan tersebut telah meninggalkan jejak yang sangat monumental dan masih dapat disaksikan hingga saat ini," menurut catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan yang dilansir IDenesia.id pada Jumat, 19 Januari 2024.

Beberapa peninggalan cagar budaya di Kabupaten Jeneponto yang saat ini dicatat oleh Balai Cagara Budaya yakni:

1. Rumah Adat Tolo

Rumah adat saat ini terletak di dalam ibukota Kelurahan Tolo, secara administratif berada di jalan poros Malakaji – Bontosunggu, Kampung Mataere, Kelurahan Tolo, Kecamatan Kelara, menunjukkan bahwa wilayah ini sejak dahulu merupakan pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi di wilayah tersebut.

Rumah adat dibangun pada masa pemerintahan Raja Tolo I Patiara Karaeng Manynyamu pada tahun 1914 setelah kepindahan pusat Kerajaan Tolo yang awalnya berada di Bonto Lebang. Tiang-tiang pendukung rumah adat bentuknya tidak beraturan didirikan di atas tanah dengan umpak batu kali.

Jarak tiang juga bervariasi yaitu jarak tiang arah vertikal (utara – selatan) antara 1,62m – 2,67 m dan jarak tiang arah horisontal (timur-barat) antara 2,82 m- 3,39 m. Dengan demikian ukuran bangunan pada bagian dasar adalah (18,80 X 31,0) m dan tinggi dari permukaan tanah sampai kebubungan rumah 9,54 meter.

Bangunannya terdiri dari kaki rumah (siring), badan rumah (kale balla) dan kepala rumah (pattongko). Atap bangunan berbentuk pelana dan bersusun dua (memakai tumpang) dengan bahan atap dari seng. Timpa laja bersusun tiga yang merupakan simbol rumah bangsawan tinggi dengan orientasi rumah menghadap ke timur. Seluruh komponen bangunan termasuk tiang, lantai, dinding dan rangka atap dibuat dari kayu nangka, kayu bitti, kayu ipi, kayu cenrana, kayu amar, batang lontar, batang kelapa dan bambu.

Bahan baku dari rumah adat sebahagian besar didatangkan dari pelosok-pelosok desa disekitar rumah adat serta dari kawasan hutan kerajaan yang letaknya kurang lebih 500 meter kearah timur dari rumah adat Tolo. Bangunan ini menempati areal seluas 49 X 30 meter.

2. Masjid Tua

Mesjid Tua berada di kawasan Tolo berjarak 50 meter dari lokasi rumah adat, mesjid ini berdenah dasar persegi empat dengan ukuran denah dasar 9,27 X 9,27 meter dengan ukuran denah mihrab 2,10 X 2,10 meter. Bentuk atapnya bersusun dua dan tiga. Pintu untuk masuk kedalam mesjid hanya satu yaitu terletak dibagian selatan.

Menurut informasi masyarakat setempat bahwa dahulu mesjid tersebut dibuat dari kayu beratap alang-alang dan nipah dan mempunyai pintu masuk dua buah yaitu pada bagian selatan dan bagian timur. Pada pintu bagian timur terdapat selasar yang menghubungkan masjid dan kolam air tempat berwudhu.

Kondisi mesjid telah mengalami prubahan terutama penambahan dinding batu bata diplester yang dipasang 12 cm dari tiang kayu, atap bangunannya sudah diganti menjadi atap seng, namun demikian keaslian bentuk dan bahan dari mesjid masih ada yaitu bentuk atap pada bagian ujungnya terdapat mustaka kayu yang menyerupai buah nenas dan tiang-tiang penyangga atap. Dari informasi yang dihimpun Masjid Toa (Mesjid Tua) itu sudah berumur ratusan tahun.

3. Kompleks Makam Tung Nuh

Kompleks Makam Tung Nung berjarak sekitar 1 km ke arah timur dari rumah adat. Di dalam kompleks makam terdapat sekitar 300 bangunan makam. Bentuk makam bervariasi namun yang paling dominan adalah makam bentuk papan batu bersusun dua atau tiga dan bagian atasnya diberi satu atau dua buah nisan.

Bentuk makam lainnya berupa makam monolit (antero) bersusun dua atau tiga dan bagian atasnya dilubangi untuk menancapkan nisan satu atau dua buah. Ragam hias yang terdapat pada Kompleks makam berupa ragam hias geometris dan floraistis.

Menurut informasi msyarakat setempat bahwa kompleks makam tersebut merupakan lokasi pemakaman raja-raja Tolo dan keluarganya namun identitas makam tidak ada yang diketahui.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross