Peritistiwa 17 oktober konflik parlemen (Foto: Web Koran Makassar).

Sejarah Hari Ini, 17 Oktober 1952: Konflik Parlemen dan Demonstrasi Militer

Publish by IDenesia on 17 October 2024

NEWS, IDenesia.id - Peristiwa 17 Oktober 1952 menandai konflik parlemen yang terjadi antara elit sipil dengan kelompok militer khususnya Angkatan Darat (AD).

Disadur IDenesia dari laman kemdikbud.id, Kamis, 17 Oktober 2024, konflik ini berawal dari rencana restrukturisasi dan rasionalisasi jumlah tentara dari 200.000 menjadi 100.000 orang, sebagai respons terhadap krisis ekonomi yang memburuk.

Kebijakan tersebut memicu perpecahan antara pimpinan pusat AD dan daerah, yang memiliki hubungan erat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Presiden Sukarno.

Pada 17 Oktober 1952, sekelompok prajurit AD menggerakkan sekitar 30.000 massa menuju gedung parlemen. Massa melakukan aksi protes dan anarkis, kemudian bergerak ke Istana Negara.

Mereka menuntut pembubaran parlemen dan pelaksanaan pemilihan umum. Tentara turut membawa tank dan artileri, mengarahkan moncong senjata ke istana.

Melihat situasi ini, Presiden Sukarno keluar dari istana dan berbicara langsung kepada massa. Dalam pidatonya yang singkat, Sukarno berhasil meredam ketegangan dan menolak tuntutan pembubaran parlemen, namun setuju agar pemilihan umum diadakan dalam waktu dekat.

Peristiwa ini bukanlah kudeta, melainkan ungkapan kekecewaan militer terhadap pihak sipil yang dianggap menghambat kebijakan penting mereka.

Di sisi lain, kebijakan Nederlansche Militaire Missie (NMM) yang didorong kabinet Perdana Menteri Wilopo bertujuan meningkatkan kualitas teknis militer Tentara Nasional Indonesia (TNI), termasuk penegakan disiplin oleh Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Peningkatan ini diharapkan menjadikan militer setara dengan partai politik dalam pemerintahan.

Namun, masalah timbul dari restrukturisasi Akademi Militer Candradimuka Bandung di bawah pimpinan Kolonel Bambang Supeno. Supeno mengirim surat protes kepada Perdana Menteri Wilopo, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan parlemen, yang memicu perselisihan lebih lanjut.

Supeno juga sering menghadap langsung Presiden Sukarno tanpa mematuhi hierarki militer, dan ia diduga berupaya menggantikan Jenderal Nasution sebagai KSAD, mengingat Nasution akan mengikuti pendidikan militer di Belanda selama delapan bulan.

KSAP TB Simatupang meminta Menteri Pertahanan dan Keamanan untuk menindak Supeno atas pelanggaran disiplin. Namun Presiden Sukarno mendukung Supeno, menolak pengajuan pembebastugasannya oleh Menteri Pertahanan.

Surat Supeno menjadi pemicu munculnya pertikaian di parlemen. Beberapa tokoh seperti Zainul Baharuddin, Sakirman, IJ Kasimo, Natsir, Arudji, Idham Chalid, dan Manai Sophian, yang mewakili berbagai partai politik, mengajukan mosi menuntut reformasi dan reorganisasi pimpinan Kementerian Pertahanan dan TNI AD.

Mereka juga menuntut pembentukan komisi untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan administratif dan keuangan di Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang. Tuntutan ini menimbulkan kemarahan di kalangan militer, yang menganggap parlemen mencampuri urusan internal mereka.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross