Ilustrasi seorang bayi di Korsel (foto Ran Kyu Park/Getty Images/iStockphoto)

Angka Kelahiran di Korsel Terendah di Dunia, Ini Alasan Warganya Enggan Punya Anak

Publish by Redaksi on 28 February 2024

NEWS, IDenesia.id - Krisis demografi Korea Selatan (Korsel) semakin parah dengan dirilisnya data yang menunjukkan angka kelahiran di negara tersebut – yang merupakan yang terendah di dunia – turun ke rekor terendah baru pada tahun 2023, meskipun ada skema pemerintah yang dirancang untuk membujuk keluarga-keluarga agar memiliki lebih banyak anak.

Laporan bahwa populasi Korsel telah menyusut selama empat tahun berturut-turut muncul setelah negara tetangganya, Jepang, melaporkan rekor penurunan populasi pada tahun lalu, bersamaan dengan rekor penurunan jumlah kelahiran dan jumlah pernikahan terendah sejak akhir Perang Dunia Kedua.

Disadur IDenesia dari The Guardian, Rabu 28 Februari 2024, jumlah rata-rata anak yang dimiliki seorang wanita Korsel selama hidupnya turun menjadi 0,72, dari 0,78 pada tahun 2022 – penurunan hampir 8% – menurut data awal dari Statistics Korea, sebuah badan yang berafiliasi dengan pemerintah.

Angka tersebut jauh di bawah rata-rata 2,1 anak yang dibutuhkan negara tersebut untuk mempertahankan jumlah penduduk saat ini yang mencapai 51 juta jiwa.

Jika tingkat kesuburan yang rendah terus berlanjut, populasi negara dengan ekonomi terbesar kelima di Asia ini diperkirakan akan berkurang setengahnya menjadi 26,8 juta pada tahun 2100, menurut Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington di Seattle.

Sejak tahun 2006, pemerintah telah menginvestasikan lebih dari 360 triliun won ($270 miliar) atau sekitar Rp4,2 triliun dalam program-program yang mendorong pasangan untuk memiliki lebih banyak anak, termasuk subsidi tunai, layanan pengasuhan anak, dan dukungan untuk pengobatan ketidaksuburan.

Namun bujukan finansial dan lainnya gagal meyakinkan pasangan yang menyebut meroketnya biaya pengasuhan anak dan harga properti, kurangnya pekerjaan bergaji tinggi, dan sistem pendidikan yang ketat di negara ini sebagai hambatan untuk memiliki keluarga yang lebih besar.

Para ahli mengatakan bahwa faktor budaya juga bertanggung jawab, termasuk kesulitan yang dialami ibu bekerja dalam mengatur pekerjaan mereka dengan harapan bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak.

Partai-partai politik besar di Korea Selatan menunjukkan kebijakan-kebijakan untuk membendung penurunan populasi menjelang pemilihan majelis nasional pada bulan April, termasuk lebih banyak perumahan umum dan pinjaman yang lebih mudah, dengan harapan dapat mengurangi kekhawatiran bahwa negara tersebut sedang menghadapi “kepunahan nasional”.

Menikah dipandang sebagai prasyarat untuk memiliki anak di Korea Selatan, namun jumlah pernikahan juga mengalami penurunan, dengan biaya hidup sering kali menjadi alasan utama. Korea Selatan bukan satu-satunya negara di kawasan ini yang berjuang melawan populasi yang menua dengan cepat dan kurangnya anak.

 

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross