NEWS, IDenesia.id - Ombudsman RI mengkritik tumpang tindih peraturan ketenagakerjaan seiring dengan tingginya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda Indonesia.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, ada dua aturan hukum ketenagakerjaan yang berbeda yang berpotensi menimbulkan benturan antara pengusaha dan pekerja.
"Dengan adanya 2 aturan hukum yang berbeda PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker 18 tahun 2022, Pemerintah perlu bertindak cermat dalam memberikan kepastian hukum dan hierarki norma kebijakan untuk menghindari benturan kepentingan antara pengusaha dan pekerja" kata Robert di Jakarta, Senin (19/12/2022).
Selain itu, dia juga meminta pemerintah untuk memperhatikan dan memastikan pekerja yang terkena PHK menerima hak-haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik saat sebelum di PHK, saat di PHK maupun setelah di PHK.
Sebab menurutnya, kondisi di lapangan seringkali berlawanan dengan peraturan perundang-undangan, seperti serikat pekerja tidak pernah diberikan penjelasan terkait kondisi keuangan pada saat perusahaan melakukan PHK.
"Pekerja sering mendapat intimidasi dari perusahaan saat terjadi PHK, padahal berdasarkan Pasal 40 PP Nomor 35 tahun 2021: Perusahaan wajib memberikan perlindungan jaminan sosial berupa pesangon, uang penghargaan uang pengganti hak (cuti dll)," paparnya.
Oleh karena itu, Ombudsman RI memberikan beberapa saran kepada pemerintah terkait beberapa permasalahan yang terjadi, diantaranya: