Menjelajah Dunia Interior -- Threadpeutic pada awalnya hanya terfokus pada aksesori fesyen seperti tas dan dompet, tapi kemudian melebarkan sayapnya ke produk-produk interior. (Dokumentasi Threadpetic).

Bisnis Limbah Fesyen, Bagian dari Perjuangan Lindungi Lingkungan

Publish by Redaksi on 23 February 2023

NEWS, IDenesia.id - Bisnis pakaian bekas, yang dalam bahasa gaul sering disebut sebagai second hand fashion bussiness, menjangkau audiens yang lebih besar di tengah badai keuangan yang disebabkan oleh pandemi.

Beberapa orang kreatif menangkap peluang ini dengan memberikan sentuhan baru pada produk-produk bekas itu sehingga terkesan baru. Bisnis ini bukan hanya menguntungkan secara finansial, tapi juga memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan karena memanfaatkan banyak limbah fesyen.

“Aku membangun Bazooqu tidak sekadar ingin jualan untuk dapat uang banyak. Kalau kalian membeli produk-produk Bazooqu sama artinya dengan menyelamatkan bumi dari limbah fesyen,” kata Zulfah Nazala (27 tahun), pendiri Bazooqu, toko online yang menawarkan produk-produk pakaian bekas yang dipermak atau diberi sentuhan kreatif sehingga terkesan baru.

Sebagian orang barangkali menganggap pernyataan Zulfah bombastis. Namun sesungguhnya ada benarnya. Banyak laporan menunjukkan, fesyen adalah industri penyebab polusi terbesar kedua di dunia, setelah industri minyak, karena perkembangannya yang begitu cepat. Memanfaatkan pakaian bekas sama artinya dengan memperpanjang usianya sehingga ikut menyelamatkan bumi dari limbahnya.

Tidak ada perhitungan pasti berapa banyak limbah fesyen di Indonesia. Namun, earth.org -- platform berita dan data lingkungan – baru-baru ini melaporkan, dari 100 miliar helai pakaian yang diproduksi setiap tahun, 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah. Singkatnya, ini setara dengan truk sampah besar penuh pakaian yang berakhir di tempat pembuangan sampah setiap detik. Jika tren ini berlanjut, jumlah limbah fesyen diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada akhir dekade ini.

Budaya membuang pakaian juga semakin buruk selama tahun-tahun terakhir. Saat ini, banyak pakaian hanya dikenakan tujuh sampai sepuluh kali sebelum dibuang. Itu penurunan lebih dari 35 persen hanya dalam 15 tahun terakhir.

Ketika pertama kali didirikan pada akhir tahun 2017, Bazooqu hanya menjual pakaian bekas. Namun sejak pandemi melanda, Zulfah mengubah strategi dagangnya dengan mengaplikasikan konsep reworked thrift. Pakaian bekas yang ditawarkannya dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tampil dalam wujud baru.

“Sebelum reworked itu harganya under Rp100 ribu per potong. Sekarang harganya itu Rp200 ribu hingga Rp250 ribu per potong,” jelasnya.

Sebagai informasi, modal Zulfah untuk membeli baju bekas itu hanya Rp20 ribu hingga Rp 50 ribu per potong. Ini artinya, ia memetik keuntungan yang cukup signifikan. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjajaran yang mengaku senang menggambar tapi tidak memiliki latar belakang fesyen ini mengaku makin terpacu dengan minat pasar yang tinggi ini.

Seperti halnya seorang perancang mode, ia mengeluarkan koleksi pakaian yang dinamakannya batch, yang terdiri dari 10 hingga 15 potong pakaian yang mengusung tema yang sama. Di batch terbarunya ia memanfaatkan limbah bahan organza yang dibelinya secara kiloan dari pabrik-pabrik pakaian di kawasan Cigondewah. Ia memanfaatkan latar belakang pendidikan sastranya untuk menciptakan narasi menggelitik dalam koleksi yang ditawarkan di toko online-nya.

Bazooqu yang bermarkas di Bandung kini mengumpulkan pendapatan Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per bulan. Zulfah menuangkan ide kreatifnya dengan dibantu sang kakak, Fauzani Nafilah, 30, dan empat penjahit tetap. Menurut Zulfah, para penjahit yang menjadi stafnya direkrut karena kondisi ekonomi mereka.

Konsep reworked thrift juga diadopsi Via Ria Anggraeni, 25, pendiri toko online TemanThrifhty. Lulusan jurusan Komunikasi Universitas Islam Bandung ini awalnya, sekitar Oktober 2019, hanya menawarkan pakaian bekas miliknya pada akun Instagramnya (@temanthrifty). Ternyata, peminatnya banyak.

Ia kemudian berpikir untuk menjadikan usaha isengnya menjadi bisnis sungguhan, dengan melibatkan lebih banyak orang. Ia tidak hanya menjual pakaian bekas, tapi mendesain ulang pakaian-pakaian itu menjadi pakaian baru. Ketika mengunggah karya-karyanya di Instagram, pada Oktober 2020, reaksinya di luar perkiraan. Harga pakaian-pakaian yang ditawarkannya jauh lebih tinggi daripada biasanya namun peminatnya justru meningkat.

Via mengaku, tema yang diterapkan pada karya-karyanya adalah fun and cute. “Yang membedakan mungkin dari ciri khas kain dan desain yang secara kontinyu dibuat. Kami menggunakan kain polkadot, kain warna-warni dan rampel di beberapa bagian baju yang berbeda dengan reworked biasanya," katanya.

Menurut Via, minatnya menekuni second hand fashion tidak lepas dari keprihatinannya akan limbah fesyen. Ia mengungkapkan, pabrik pakaian semakin hari makin banyak, sehingga limbahnya makin menumpuk. Mengajak orang-orang untuk memperpanjang usia pakaian, katanya, adalah bagian dari usahanya mengurangi limbah itu.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross