NEWS, IDenesia.id - Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) menghadapi tantangan serius dalam menyerap hasil produksi petani beras. Masalah ini disebabkan oleh kenaikan harga beras di kalangan pengusaha dan pedagang.
"Yang tertekan saat ini yah beras kan lagi ini dimana-mana, karena harganya hampir setiap hari ada kenaikan," kata Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulselbar, Muhammad Imron Rosidi dalam keterangannya saat dikonfirmasi, Selasa 12 September 2023.
Imron Rosidi menjabarkan, pihaknya telah berusaha dalam memaksimalkan penyerapan beras dalam negeri. Utamanya di Sulsel yang menjadi lumbung beras terbesar di kawasan timur Indonesia.
Hanya saja, karena harga pembelian masih berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang cenderung rendah dibandingkan para pedagang, membuat petani lebih memilih menjual berasnya di luar Bulog.
"Karena kalau di atas HPP-kan para petani dan penggilingan itu kan pasti keluar dari Bulog dimana harga lebih tinggi pasti dikasihkan ke sana," terang Imron Rosidi.
Situasi ini mengakibatkan Bulog kesulitan menyerap beras, terutama di pasar komersial. Alhasil, penyerapan beras tidak maksimal sehingga jumlah dianggap tidak mencukupi permintaan yang ada.
"Bulog secara HPP masih di bawah harga pasaran akhirnya kita tidak bisa serap. Sementara di komersialnya kita serap tapi tidak banyak sesuai kebutuhan aja," tegas Imron Rosidi.
Rosidi mengingatkan bahwa, menaikkan harga beras secara berlebihan dapat memicu reaksi berantai yang berujung pada kenaikan inflasi. Situasi ini menunjukkan pentingnya mengatasi kendala dalam penyerapan beras petani demi menjaga stabilitas harga dan pasokan beras di wilayah Sulsel.
"Karena kalau kita ikut berlomba dengan mereka nanti harga jadi naik karena kita jadikan parameter soalnya. Ujung-ujungnya harga naik dan ujung-ujungnya inflasi nanti yang disebabkan oleh beras," pungkasnya.
Penulis: Alfiandis
