Stasiun Kereta-Trem di Pasar Butung, Makassar. (Dok/KAI.id-Tropenmuseum).

Cerita Kereta Pertama di Sulawesi, dari Stasiun Pasar Butung Makassar hingga Takalar

Publish by Redaksi on 24 July 2023

NEWS, IDenesia.id - Akhir Maret 2023 lalu, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan pejabat pemerintah daerah setempat, meresmikan pengoperasian kereta api (KA) Makassar-Parepare lintas rute Maros-Barru di Depo Maros. KA itu diklaim menjadi yang pertama di Sulawesi.

KA ini disebut merupakan bagian dari rangkaian pembangunan KA Trans Sulawesi yang akan menghubungkan antar provinsi di Sulawesi. Mulai dari Sulawesi Selatan di Kota Makassar sampai ke Sulawesi Utara di Manado. Tak hanya meresmikan, mereka juga sempat menjajal KA ini dari stasiun Maros menuju stasiun Rammang-rammang.

Namun, tahukah kita bahwa keberadaan jalur rel di Sulawesi hingga pengoperasiannya sejak dulu, bukan sesuatu yang baru. Dilansir dari laman resmi KAI.id, Senin, 24 Juli 2023, dalam buku Nederlandsch Indische Staatsspoor en Tramwegen (1921), halaman 108 menerangkan bahwa, studi kelayakan jalur perkeretaapian oleh swasta sudah dimulai sejak 1915.

Hasil laporannya secara teknis sebenarnya jalur bisa dibangun tetapi tidak sesuai harapan investor, alias tidak akan membawa keuntungan bagi swasta yang akan berinvestasi. Pemerintah pun berkesimpulan bahwa jalur perkeretaapian akan dibangun oleh negara.

Pada 1917 penelitian teknis lapangan versi pemerintah dilakukan untuk lintas Makassar-Takalar dan Makassar-Maros-Tanete-Parepare-Sengkang. Dari hasil studi mengungkap bahwa yang paling realistis dan sesuai dengan keuangan negara adalah pembangunan dan eksploitasi jalur trem.

Sesuai Staatsblad Nomor 224 tahun 1892, pembangunan jalur trem tidak serumit jalur kereta api, sehingga meski kecepatan lebih lambat dan daya angkut lebih sedikit biaya yang dikeluarkan lebih hemat dan efisien daripada membangun jalur kereta api. Pada 1918 desain awal lintas pertama jalur trem uap Makassar–Maros selesai dibuat.

Setahun kemudian rancangan awal rute Maros-Tanete selesai. Pada tahun yang sama Gubernur Jenderal mengajukan anggaran tambahan kepada Menteri Jajahan Belanda. Anggaranpun disetujui sekaligus permintaan kepada pemerintah Hindia Belanda agar segera menyelenggarakan penyelidikan awal tentang potensi ekonomi pembangunan jalur perkeretaapian di Minahasa, Sulawesi Utara mulai 1920.

Melalui undang-undang yang disahkan parlemen Belanda pada 22 Desember 1919 yang dicatat dalam Lembaran Negara (Stbl.) Hindia Belanda nomor 53 tahun 1920, proyek pembangunan jalur trem uap Takalar-Makassar-Maros resmi dimulai. Pada 18 Maret 1921 parlemen Belanda kembali mengesahkan undang-undang yang dicatat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 200 sebagai landasan hukum pembangunan jalur trem uap Maros-Tanete.

Pada 1 Juli 1922, rel antara Makassar di Stasiun Pasar Butung-Takalar selesai dibangun dan setahun kemudian trem uap resmi dibuka untuk umum. Lintas ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan rute Maros-Tanete yang sudah disiapkan desainnya tidak pernah terlaksana pembangunannya.

Ketiadaan industri perkebunan di Sulawesi dan belum masifnya produksi tambang nikel menyebabkan jalur trem Makassar-Takalar hanya bertahan 7 tahun. Sejak 1930 layanan kereta trem uap terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api dan trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929.

Selain faktor krisis ekonomi yang melanda dunia pada saat itu, ada beberapa hal lain yang menjadi sebab operasional trem uap di Sulawesi pada zaman Belanda menjadi kurang menguntungkan. Sejak berlakunya Perjanjian Bongaya tahun 1667 diperbarui pada 1824, tidak serta merta memudahkan kolonisasi Belanda atas pulau Sulawesi.

Sering terjadi gejolak politik dalam wujud perlawanan rakyat lokal terhadap pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Situasi yang tidak kondusif tersebut menyebabkan pemerintah harus menghadapi kendala fundamental yaitu keterbatasan tenaga yang ahli di bidang pemerintahan, infrastruktur, dan pendidikan ala Barat yang mau ditugaskan ke wilayah ini.

Investasi swasta dalam bentuk pembukaan lahan perkebunan pun tersendat. Bisnis industri perkebunan di Sulawesi tidak seramai seperti di Jawa. Walau tidak memiliki perkebunan besar, pulau Sulawesi memiliki kandungan nikel dalam jumlah besar. Pada 1909, EC Abendanon, juga ahli geologi berkebangsaan Belanda, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Meski demikian usaha eksplorasi tambang nikel baru dilakukan secara serius pasca-Belanda hengkang dari Indonesia oleh PT. International Nickel Indonesia (INCO) sejak 1968. Sumber asli tulisan ini ada di laman resmi KAI.id. IDenesia.id hanya merangkum gagasan awal lahirnya konsep kereta api di Sulsel yang beroperasi hingga saat ini.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross