Monumen Bom Bali Di Saat Malam Hari,(foto : CNA/Nivell Rayda)

Dulu dan Sekarang : 20 Tahun Setelah Tragedi Peristiwa Bom Bali 

Publish by Redaksi on 12 October 2022

NEWS, IDenesia.id –  Saat itu Sabtu malam dan deretan klub malam yang berjejer di Jalan Legian Bali dijejali pengunjung klub saat mereka berdansa semalaman dengan irama cepat house music dan pertunjukan cahaya warna-warni.

Jalan satu arah, yang terkenal dengan kehidupan malamnya, dipenuhi dengan mobil dan sepeda motor, sementara trotoarnya dipenuhi turis yang ingin mengecat kota dengan warna merah.

Tiga anggota jaringan terorisme Jemaah Islamiyah (JI) yang terkait dengan Al-Qaeda berada di sana untuk melancarkan serangan yang begitu dahsyat sehingga dikenal sebagai serangan teroris paling mematikan dalam sejarah Indonesia.

Salah satu dari ketiganya adalah Ali Imron yang bertugas mengawasi penyerangan tersebut. Dua lainnya berperan sebagai pelaku bom bunuh diri.

Tidak banyak yang diketahui tentang para pengebom selain fakta bahwa mereka memiliki banyak nama samaran dan bahwa orang-orang yang terlibat dalam serangan itu menyebut mereka sebagai “Iqbal Satu” dan “Iqbal Dua”.

Pada 12 Oktober 2002, Ali Imron menginstruksikan Iqbal One untuk membawa ransel berisi 1kg bahan peledak dan masuk ke dalam bar yang ramai bernama Paddy's Pub. Sementara itu, Iqbal Two disuruh mengemudikan mobil van Mitsubishi berwarna putih yang berisi ratusan kilogram bahan peledak.

Sekitar pukul 11 ​​malam, Iqbal One menarik pelatuk, menewaskan beberapa orang seketika dan melukai banyak lainnya. Korban selamat menceritakan melihat bola api melanda bagian dalam properti, membuat pelanggan berebut untuk hidup mereka.

Ledakan itu juga merobohkan tiang listrik di dekatnya yang menyebabkan seluruh lingkungan dalam kondisi gelap gulita. Kurang dari satu menit kemudian, ketika orang-orang bergegas keluar dari Paddy's Pub, Iqbal Two meledakkan bahan peledaknya tepat ketika vannya mencapai Sari Club, kurang dari 40m dari pub.

Ledakan kedua meluluhlantahkan Sari Club sementara gedung parkir di depan klub rata dengan tanah. Bangunan dalam radius 20m dari van rusak parah dan ledakan itu menghancurkan pintu kaca dan jendela toko dan restoran sejauh satu kilometer. Mobil dan sepeda motor terangkat dari tanah oleh gelombang kejut. Ledakan itu begitu kuat sehingga dapat terdengar dari jarak 9 km dan meninggalkan kawah sedalam 1 m di tempat van dulu berada.

“SELAMANYA BERTAHAN DALAM PIKIRANKU”

Saat petugas darurat dan pemadam kebakaran tiba di lokasi, Jalan Legian sudah dilalap api. Responden pertama menceritakan mendengar ledakan dari tangki bahan bakar kendaraan, mengintensifkan api lebih jauh. Jatmiko Bambang Supeno, yang merupakan asisten manajer Sari Club pada saat itu, menceritakan melihat tubuh tak bernyawa dilalap api yang mengamuk. "Ada banyak orang di bar, mereka semua terbakar," katanya kepada CNA.

Hilang sudah canda tawa dan ocehan wisatawan serta dentuman musik house yang biasa ditemui di Jalan Legian. Sebaliknya, udara dipenuhi dengan suara orang-orang yang berteriak minta tolong dan deru ambulans yang datang dan pergi. Dengan Legian yang masih terbakar, petugas darurat dan sukarelawan hanya mampu merawat luka-luka mereka yang berhasil keluar dari kobaran api. Ratusan orang menderita luka bakar dan luka parah.

“Saya tidak pernah bisa melupakan malam itu. (Saya ingat) suara orang menangis dan berteriak 'Tolong saya! Tolong saya!’,” kata Agus Bambang Priyanto yang saat itu menjadi relawan Palang Merah. “Saat saya membawa satu korban ke ambulans. Aku ingat tatapan yang dia berikan. Dia mengatakan sesuatu, mengoceh seolah-olah mencoba mengucapkan keinginannya yang sekarat. Hal-hal ini akan selamanya bersarang di pikiran saya, ”katanya kepada CNA.

Saat itu pukul 2 pagi ketika petugas pemadam kebakaran berhasil memadamkan api, memungkinkan Priyanto dan pekerja darurat lainnya untuk bergerak lebih dekat ke lokasi bom. Mereka menemukan tubuh hangus, beberapa di antaranya terjepit di bawah reruntuhan dan puing-puing. “Beberapa orang mati benar-benar terbakar tanpa bisa dikenali.

Beberapa direduksi menjadi kerangka sementara sisanya (mayat) benar-benar dibakar. Kami menemukan anggota badan. Kami menemukan kepala yang terpenggal,” kenang pria berusia 63 tahun itu. Butuh pekerja delapan jam sebelum mayat terakhir dievakuasi dari tempat kejadian.

RUMAH SAKIT “SUDAH SEPERTI PASAR”

Enam kilometer di RSUP Sanglah, petugas medis dibanjiri ratusan pasien yang datang.

“Unit darurat itu seperti pasar. Dalam 20 menit, kami kehabisan cairan infus karena ada begitu banyak pasien,” kata I Gusti Lanang Made Rudiartha, direktur rumah sakit saat itu, kepada CNA. “Ada 202 orang tewas. Kamar mayat saya hanya bisa menampung 10 mayat. Jadi ada kantong mayat tergeletak di lorong kami. Kami memiliki begitu banyak pasien untuk dirawat, kami hanya punya waktu untuk memikirkan apa yang harus dilakukan dengan (mayat) pada hari berikutnya.”

SEPERTI APA BALI HARI INI

Dua puluh tahun kemudian, banyak yang berubah di Jalan Legian. Jalan raya ini masih terkenal dengan kehidupan malamnya tetapi juga menarik pengunjung yang ingin memberi penghormatan. Sebuah monumen batu kapur yang diukir dalam bentuk yang terinspirasi oleh wayang kulit Bali sekarang berdiri di tempat gedung parkir itu dulunya berada.

Terukir pada plakat marmer besar adalah nama dari semua 202 orang yang tewas dalam serangan itu. Monumen ini telah menjadi landmark yang menonjol untuk daerah tersebut. Beberapa keluarga korban tidak senang, itu juga menjadi tempat selfie.

“Orang-orang perlu lebih menghormati monumen itu,” kata korban bom Bali Thiolina Marpaung kepada CNA. “Ini adalah tempat berkabung. Sebuah kuil.” The Paddy's Pub telah pindah ke lokasi baru kurang dari 100 m di jalan. Selama bertahun-tahun, lokasi ledakan pertama ditempati oleh klub malam sebelum bangkrut karena pandemi. Struktur dua lantai yang sepi sekarang berdiri di lokasi.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross