Potret orang Yolngu (Foto: The Australian)

Jejak Budaya Pelaut Makassar dan Suku Yolngu, Penduduk Asli Australia

Publish by Redaksi on 11 January 2024

NEWS, IDenesia.id - Suku Bugis Makassar sejak dulu memang dikenal sebagai pelaut tangguh dan telah berlayar hingga ke berbagai negara, salah satunya yakni Australia, jauh sebelum benua tersebut terbentuk. Pelayaran ini, selain untuk menjalin hubungan perdagangan, juga ternyata menyisakan warisan budaya bagi suku asli Australia.

Namanya Suku Yolngu, salah satu penduduk asli yang menghuni benua Australia dan bermukim di wilayah timur laut Arnhem Land di Northern Territory. 

Interaksi antara pelaut Makassar dan masyarakat suku Yolngu kemudian meninggalkan beberapa jejak budaya yang masih dilestarikan di sana, seperti alat musik Didjeridu, hingga serapan bahasa lokal.

Didjeridu merupakan alat musik tiup penduduk asli Australia bagian utara, yang dibuat dengan bahan dasar bambu. Menariknya, bambu bukan merupakan tanaman asli Australia, sehingga kemungkinan besar tanaman ini diperkenalkan oleh para nelayan dari Makassar.

Sejumlah penelitian juga menemukan bahwa terdapat berbagai kata serapan dari pelaut Makassar yang digunakan oleh orang Yolngu. Konon, terdapat sekitar 200 kata dalam bahasa lokal Yolngu yang mirip dengan Bahasa Indonesia utamanya Bahasa Makassar.

Contohnya, kata ‘rrothi’ yang berarti roti, ‘Balanda’ dari kata Belanda merujuk kepada orang kulit putih secara umum, ‘prau’ yang berasal dari kata perahu, ‘rupiah’ dari kata rupiah untuk merujuk pada uang, dan masih banyak lagi kata serapan lainnya.

Dilansir IDenesia dari laman National Geographic Indonesia, Kamis, 11 Januari 2024, para pelaut asal Makassar diperkirakan telah bertemu dan memulai kontak dengan suku Yolngu sejak sekitar akhir abad ke-17.

Masyarakat Yolngu menyebut para pelaut dari Makassar ini sebagai Mangathara, sedangkan pelaut dari Makassar menyebut Arnhem Land sebagai Marege.

Teripang sendiri merupakan komoditas berharga bagi para pelaut dari Makassar untuk dijual ke pedagang Tiongkok, dan pesisir pantai utara Australia merupakan salah satu tempat penghasil teripang.

“Perdagangan yang dilakukan orang-orang Makassar adalah teripang. Kawasan pesisir pantai masyarakat Yolngu merupakan perairan dangkal di mana teripang bisa berkembang biak dalam jumlah besar,” kata Richard Ian Trudgen, pendiri dan pimpinan Aboriginal Resource Development Services (ARDS).

Karena itulah, para pelaut Makassar semakin rutin datang ke wilayah tersebut.

Barra atau angin yang berhembus dari arah barat laut pun menjadi penanda bahwa kapal pinisi akan segera datang ke Arnhem Land, daerah tempat tinggal Suku Yolngu.

Hubungan Suku Yolngu dan pelaut Makassar konon diabadikan oleh orang Yolngu dalam serangkaian lagu yang disebut manikay, berisi pengetahuan dari para leluhur mengenai bagaimana cara suku Yolngu hidup, dan biasanya dinyanyikan pada saat upacara adat.

Dari manikay-lah kemudian diketahui bahwa teripang dari Yolngu dibeli para pelaut Makassar dengan cara barter dengan sejumlah benda, antara lain alkohol, tembakau, beras, senapan, serta sejumlah benda berbahan logam seperti kapak, pedang, dan kait pancing.

Hubungan antara pelaut Makassar dan orang Yolngu berlangsung hingga lebih dari 1,5 abad, namun sejak tahun 1906, tidak banyak lagi pinisi yang berlabuh di sana.

Hal ini terjadi karena pemerintah Australia pada masa itu kemudian mewajibkan setiap pelaut untuk memiliki izin dan membayar pajak jika hendak memancing atau memanen teripang di kawasan Australia.

“Ada kabar bahwa sejumlah nakhoda dari Makassar sudah diberi tahu bahwa mereka tidak bisa lagi datang karena Balanda (sebutan penduduk asli untuk bangsa Eropa) yang ada di Pelabuhan Darwin tidak mengizinkan mereka berlabuh. Sejumlah tetua Yolngu ingat betul bagaimana ayah atau kakek mereka berurai air mata ketika para nakhoda dari Makassar itu menyampaikan kabar ini,” jelas Richard.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross