Ilustrasi Maria Walanda Maramis (Foto: Historia)

Kisah Maria Walanda Maramis, Sosok Kartini dari Minahasa

Publish by Redaksi on 15 December 2023

NEWS, IDenesia.id - Sosok pahlawan perempuan asal Sulawesi Utara yang satu ini adalah Maria Walanda Maramis, lahir pada 1 Desember 1872 di Desa Kema, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

Dilansir IDenesia dari laman Kemdikbud, Jum’at, 15 Desember 2023, perempuan bernama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis ini merupakan pahlawan pergerakan nasional dan juga disebut sebagai Kartini dari Minahasa.

Maria merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, kakak perempuannya bernama Antje Maramis, kakak laki-lakinya bernama Andries Alexander Maramis. Kelak, sosok kakak laki-lakinya ini turut dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional, AA Maramis.

Ia tinggal bersama kakak dan pamannya, Mayor Ezau Rotinsulu, setelah menjadi yatim piatu pada usia 6 tahun. Bapak ibunya meninggal dunia akibat bencana penyakit kolera yang merebak di Minahasa pada waktu itu.

Mayor Ezau Rotinsulu merupakan seorang kepala distrik yang sangat dihormati. Oleh pamannya, Maria dan kakak perempuannya dimasukkan ke Sekolah Rakyat di Maumbi. Kakak laki-lakinya sendiri disekolahkan oleh sang paman ke Hoofdenschool atau sekolah raja di Tondano. Di sekolah itu, Maria belajar membaca, menulis, beberapa ilmu pengetahuan lainnya, serta sejarah.

Lulus dari Sekolah Rakyat, Maria tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, meskipun ia merupakan keponakan seorang Kepala Distrik yang memiliki jabatan tinggi. 

Dari sinilah, Maria merasakan diskriminasi terhadap perempuan, membuat semangat berkobar dalam diri Maria untuk berjuang menentang ketidakadilan ini. 

Ia memulai perjuangan itu dengan mengumpulkan beberapa gadis remaja di sekitarnya untuk diajarkan berbagai keterampilan yang ia miliki.

Selain keterampilan yang didapatkan di Sekolah Rakyat, Maria juga mengajarkan keterampilan yang ia dapatkan dari pengalaman hidupnya, terutama pendidikan tata krama menyambut tamu, menata rumah tangga, berpenampilan baik, kebersihan lingkungan, serta keterampilan memasak berbagai jenis makanan khas Minahasa hingga masakan Eropa.

Pada usia 19 tahun, Maria menikah dengan seorang guru lulusan Pendidikan Guru di Ambon bernama Yoseph Frederik Calusung Walanda.

Setelah pindah ke Manado, semangat Maria semakin berkobar. Maria menyadari bahwa hanya sedikit gadis desa yang punya kesempatan belajar, kalaupun ada, mereka kemudian tidak dapat melanjutkan pendidikan apalagi berpartisipasi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat desa. 

Selain itu, ia juga prihatin dengan keadaan para gadis Minahasa yang tidak dipersiapkan dalam menghadapi masa depannya dan membina rumah tangganya kelak.

Maria aktif menuliskan berbagai gagasan, opini, serta buah pikirannya ke surat kabar setempat, Tjahaja Siang. 

Ia banyak menuliskan tentang peranan seorang perempuan sebagai ibu dan istri dalam keluarga yang berkewajiban mengasuh keluarga dan berperan sebagai sumber pendidikan awal bagi anaknya. 

Ia percaya bahwa seorang perempuan perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

Pada tanggal 8 Juli 1912, Maria kemudian mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT). Organisasi ini bertujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam menata rumah tangga dengan keterampilan memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya. 

Di bawah kepemimpinan Maria, PIKAT bertumbuh dengan baik dan menjanjikan, cabang organisasi dengan cepat dibuka di berbagai kabupaten dan provinsi, hingga ke pulau Jawa.

Enam tahun berselang, pada tahun 1918, PIKAT membuka sekolah rumah tangga untuk perempuan-perempuan muda di Manado dengan nama Huishoudschool PIKAT.

Maria berjualan kue dan hasil-hasil karya kerajinan untuk menghidupi PIKAT. Semangat dan kerja keras Maria juga mampu menggugah hati orang-orang terpandang dari berbagai daerah untuk berdonasi dan memberikan bantuan dana untuk PIKAT.

Pada tahun 1919, dibentuk sebuah badan perwakilan di Minahasa dengan nama Minahasa Raad. Pada waktu itu, hanya laki-laki yang dapat menjadi anggota badan perwakilan itu. 

Maria kemudian melakukan segala usaha agar perempuan juga dapat memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam badan perwakilan tersebut. 

Usahanya berbuah manis pada tahun 1921 dengan dikeluarkannya keputusan Batavia bahwa kaum perempuan dibolehkan memberi suara dalam pemilihan anggota Minahasa Raad.

Maria terus aktif berjuang melalui PIKAT sampai ia berpulang pada tanggal 22 April 1924.

Perjuangan yang dilakukan Maria tidak berhenti selepas kepergiannya. Pada tahun 1926, pengurus PIKAT membeli tanah di Sario dan di atas tanah itu dibangun gedung PIKAT. 

Kemudian pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Sekolah Guru Putri Kejuruan (Opleiding School Var Vak Onderwijs Zeressen) sebagai kelanjutan dari Huishoudschool. Para remaja putri yang sudah tamat Huishoudschool atau dari HIS dapat melanjutkan ke sekolah kejuruan ini.

Sampai sekarang, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis setiap tanggal 1 Desember. 

Sosok pejuang emansipasi perempuan ini juga diabadikan dalam bentuk Patung Maria Walanda Maramis yang terletak di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, kota Manado. 

Maria Walanda mendapat gelar Pahlawan Pergerakan Nasional dari pemerintah RI pada tanggal 20 Mei 1969.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross