Ilustrasi (foto:optika.id)

Kisah Nabi Muhammad SAW Ditegur Allah SWT karena Sahabat Tunanetra

Publish by Redaksi on 26 July 2024

NEWS, IDenesia.id - Nabi Muhammad SAW adalah panutan bagi umat manusia. Ia adalah sosok yang perilaku tiap harinya mencerminkan tauladan akhlak mulia, pioner bagi siapa saja yang hendak mendapatkan kemuliaan. Namun, siapa sangka Nabi Muhammad SAW juga pernah mendapat teguran beberapa kali dari Allah SWT.

Dilansir IDenesia dari laman NUOnline, Jumat 26 Juli 2024, salah satu teguran itu datang ketika Nabi Muhammad SAW sedang menerima tamu para pembesar Quraisy yang diharapkan masuk Islam.

Sebelum kemudian datanglah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta, meminta dibacakan al-Qur’an.  Nabi Muhammad berpaling darinya dalam keadaan bermuka masam. Kisah ini direkam dalam Al-Qur’an surat Abasa ayat 1-10.

Sebagaimana diriwayatkan Ibnu Katsir dalam kitabnya, saat itu Nabi Muhammad sedang menerima tamu pembesar-pembesar Quraisy, yang di antaranya ialah Walid bin Al-Mughirah. Nabi Muhammad berharap akan keislaman mereka. Kemudian datanglah sahabat Nabi, Ibnu Ummi Maktum, sahabat nabi yang buta meminta dibacakan ayat al-Qur’an.

Hal itu membuat Nabi Muhammad sedikit kesal sebab ia sedang menerima tamu para pembesar Quraisy yang diharapkan masuk Islam. Sebelum kemudian Nabi Muhammad mendapatkan teguran dari Allah sebab kejadian tersebut lewat ayat yang turun.

قَالَ: وَوَقَفَ الْوَلِيدُ بْنُ الْمُغِيرَةِ فَكَلَّمَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَلِّمُهُ وَقَدْ طَمِعَ فِي إِسْلَامِهِ فَمَرَّ بِهِ ابْنُ أُمِّ ‌مَكْتُومٍ- عَاتِكَةَ بِنْتِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَنْكَثَةَ- الْأَعْمَى فَكَلَّمَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعَلَ يستقريه الْقُرْآنَ، فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ حَتَّى أَضْجَرَهُ وَذَلِكَ أَنَّهُ شَغَلَهُ عَمَّا كَانَ فِيهِ مِنْ أَمْرِ الْوَلِيدِ وَمَا طَمِعَ فِيهِ مِنْ إِسْلَامِهِ، فَلَمَّا أَكْثَرَ عَلَيْهِ انْصَرَفَ عَنْهُ عَابِسًا، وَتَرَكَهُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى عَبَسَ وَتَوَلَّى أَنْ جاءَهُ الْأَعْمى

Artinya: “Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah SAW berdialog dengan Walid bin Al-Mughirah (salah satu pembesar Quraisy saat itu) yang menemuinya, sedang Nabi sangat mengharapkan keislamannya. Kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum yang buta meminta dibacakan al-Qur’an. Hal tersebut membuat Nabi sedikit kesal sebab dikhawatirkan akan mengganggu dialognya dengan Walid yang ia harapkan keislamannya. Setelah Nabi membacakan ayat, ia berpaling dengan muka yang masam dan meninggalkan Ibnu Ummi Maktum. Setelahnya Allah menurunkan ayat ‘Abasa wa tawalla an jaahul a’ma’ (Dia berwajah masam dan berpaling karena seorang tunanetra datang kepadanya). (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, [Beirut: Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, 1988 M], juz III, hal 112).

Sementara itu, menurut riwayat At-Thabari dalam tafsirnya, mengutip riwayat Muhammad bin Saad yang bersumber dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa pembesar Quraisy yang sedang berdialog saat itu ialah Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam dan Abbas bin Abdul Muthalib.

حدثني محمد بن سعد، قال: ثني أبي، قال: ثني عمي، قال: ثني أبي، عن أبيه، عن ابن عباس قوله: (عَبَسَ وَتَوَلَّى أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى) قال: " بينا رسول الله صلى الله عليه وسلم يناجي عُتبة بن ربيعة وأبا جهل بن هشام والعباس بن عبد المطلب،

Artinya: “Muhammad bin Saad menceritakan kepadaku, ia berkata menceritakan kepadaku ayahku, dari pamanku yang bermuara pada Ibnu Abbas bahwa firman Allah (‘Abasa wa tawalla an jaahul a’ma’), Ibnu Abbas berkata: “saat itu Rasulullah SAW sedang berdialog dengan Utbah bin Rabiah, Abu Jahal bin Hisyam dan Abbas bin Abdul Muthalib”. (Imam At-Thabari, Tafsir At-Thabari, [Makkah: Darut Turabiyah wa turats, tt], juz XXIV, hal 217).

Dalam riwayat lain, Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya mengisahkan bahwa Ibnu Ummi Maktum saat itu meminta dibacakan dengan mengucapkan berkali-kali kepada Nabi, sehingga kemudian Nabi Muhammad berpaling karena tidak mau memutuskan dialog dengan pembesar Quraisy yang diharapkan keislamannya itu, sehingga kemudian Nabi ditegur oleh Allah.

Ibnu Ummi Maktum mendatangi Rasulullah SAW ketika Nabi sedang berdialog mengajak Islam para pembesar Quraisy –Ummu Maktum ialah ibu dari ayahnya, sedang namanya ialah Abdullah bin Syuraih bin Malik bin Rabiah al-Fihri dari Bani Amir-.

Pembesar Quraisy tersebut ialah Utbah dan Syaibah bin Rabiah, Abu Jahal bin Hisyam, Abbas bin Abdul Muthalin, Umayyah bin Khalaf dan Al-Walid- bin Luay- Al-Mughirah. Nabi mengharapkan keislaman mereka agar umat yang lain mengikuti.

Ibnu Ummi Maktum kemudian berkata kepada Nabi SAW: “Bacakan kepadaku dan ajarkan apa yang Allah ajarkan kepadamu”, ia mengulang-ulangnya berkali-kali. Sedang Nabi SAW enggan untuk memutus percakapannya dengan pembesar Quraisy. Nabi kemudian berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan turunlah ayat ‘Abasa’. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Daar Ihya Turats Al-Arabi, 1420 H], juz XXXI, hal 52).

Masih dari riwayat yang sama, Ar-Razi mengisahkan peristiwa teguran tersebut kemudian menjadikan Nabi Muhammad selalu berkata “Selamat datang wahai orang yang karenanya aku ditegur Tuhanku”, ketika bertemu Ibnu Ummi Maktum.

 وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْرِمُهُ، وَيَقُولُ: إِذَا رَآهُ «مَرْحَبًا بِمَنْ عَاتَبَنِي فِيهِ رَبِّي» وَيَقُولُ: هَلْ لَكَ مِنْ حَاجَةٍ، وَاسْتَخْلَفَهُ عَلَى الْمَدِينَةِ مَرَّتَيْنِ،

Artinya: “Setelahnya ketika Rasulullah SAW bertemu dengan Ibnu Ummi Maktum, ia akan berkata: “Selamat datang wahai orang yang karenanya aku ditegur Tuhanku”, kemudian baru berkata “apakah ada kebutuhan bagimu?”. Nabi SAW pun pernah mempercayakan Madinah dua kali kepadanya”. (Ar-Razi, hal 52).

Dari kisah tersebut, ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil, di antaranya:  

  1. Dari sisi Nabi Muhammad SAW, kita dapat memahami bahwa pada hakikatnya keinginan Nabi Muhammad SAW pada saat bertemu para pembesar Quraisy hanyalah mengajak mereka agar beriman kepada Allah SWT. Namun, kedatangan Ibnu Ummi Maktum menjadikan Nabi khawatir dapat mengganggu dakwahnya. Oleh karenanya, Nabi Muhammad SAW sedikit gusar dengan kedatanganya.
  1. Kedatangan Ibnu Ummi Maktum kepada Nabi Muhammad untuk dibacakan ayat Al-Qur'an adalah sebuah kewajaran sebab dia tidak tahu Nabi Muhammad SAW sedang bertemu dan berdakwah kepada para pembesar Quraisy. Jadi Ibnu Ummi Maktum tidak pada posisi yang salah.
  1. Teguran Allah kepada Nabi Muhammad SAW atas kegusarannya dengan kedatangan Ibnu Ummi Maktum pada saat berdakwah memberikan pelajaran bahwa penampilan dan fisik seseorang tidak dapat menjadi tolok ukur keimanan. Seorang sahabat yang tunanetra seperti Ibnu Ummi Maktum pada kisah di atas menjadi contoh yang sangat baik.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross