Masjid Jami Tua Palopo/Wikipedia

Masjid Tua Palopo dan Sejarah Perkembangan Islam di Luwu

Publish by Redaksi on 5 February 2024

NEWS, IDenesia.id - Masjid Tua Palopo merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Sulawesi Selatan. Masjid ini didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M.

Masjid ini dibangun untuk mendukung perkembangan Islam di tanah Luwu. Masjid ini sampai kini masih berdiri dan disebut Masjid Tua Palopo.

Lokasi masjid ini berada di Jalan Andi Djemma, Kelurahan Batupasi, Kecamatan Wara Utara, tepat di pusat Kota Palopo dan berseberangan dengan Istana Kedatuan Luwu. Masjid Jami Tua Palopo tumbuh pada zaman madya Indonesia yang berfungsi sebagai masjid Kerajaan atau masjid istana.

Sejarah

Pada awal abad ke-17 para pedagang yang beragama Islam datang ke Sulawesi Selatan yang kemudian menyebarkan agama Islam. Agama ini berkembang pesat semenjak kedatangan penyebar dan pengembang Islam dari Koto Tangah Minangkabau, Sumatera Barat yaitu Datuk Sulaeman Datuk Ri Patimang, Abdul Jawad Datuk Ri Tiro, dan Abdul Makmur Datuk Ri Bandang.

Ketiganya pertama kali mendarat di Bua Luwu tahun 1603. Selanjutnya mubaliq asal Minangkabau itu berhasil mengislamkan Raja Luwu yang bergelar Payung Luru XV La Pattiware Daeng Parrebung, juga bergelar Sultan Muhammad Mudharuddin.

Pengislaman ini terjadi pada tahun 1603. Setelah raja memeluk agama Islam, maka para pembesar dan rakyat Luwu mengikutinya. Kepesatan perkembangan agama Islam di Kerajaan Luwu mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Datu Luwu atau Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi, Sultan Abdullah Matinroe Ri Malangke yang menggantikan ayahandanya pada awal tahun 1604.

Pada awal pemerintahan, Sultan Abdullah memindahkan Ibu Kota Kerajaan Luwu dari Patimang ke Ware Palopo. Pertimbangan perpindahan ini berdasarkan pada teknis strategis pemerintahan dan pengembangan ajaran agama islam.

Sebagai bentuk dukungan perkembangan agama Islam maka Khatib Sulaeman yang kemudian bergelar Datuk Ri Patimang berhasil mendirikan sebuah masjid permanen pada tahun 1604 M di tengah Kota Palopo yang tidak jauh dari istana kerajaan.

Arsitektur

Arsitektur Masjid Jami Tua Palopo ini sangat unik. Ada empat unsur penting yang bersebati (melekat) dalam konstruksi masjid Jami tua ini, yaitu unsur lokal Bugis, Jawa, Hindu, dan Islam.

Masjid menghadap ke timur, pintu masuk diapit oleh enam buah jendela dengan ukuran lebar 85 cm dan tinggi 117 cm. Setiap pintu pada bagian atasnya agak melengkung dan pada puncaknya di sebelah kanan dan kiri terdapat tonjolan dengan motif daun, sehingga bentuknya seperti pintu bersayap serta dihiasi dengan huruf Arab.

Dinding sisi utara dan selatan berisi masing-masing dua buah jendela, sedangkan di sisi barat terdapat ceruk yang berfungsi sebagai mihrab. Mihrab bagian atas berbentuk melengkung dan meruncing sehingga membentuk seperti kubah.

Masjid Tua Palopo beratap tumpang tiga seperti masjid-masjid tua di Indonesia lainnya. Atap tumpang teratas terdapat sebuah mustaka yang terbuat dari keramik Tiongkok yang diperkirakan jenis Ming berwarna biru. Mustaka tersebut secara teknis sebagai pengunci puncak atap untuk menjaga masuknya air, tetapi juga secara filosofis berarti ke Esaan Tuhan. Atap terbuat dari sirap.

Tumpang tengah dan bawah masing-masing ditopang oleh empat buah pilar (tiang kayu), sedangkan tumpang paling atas ditopang oleh sebuah tiang utama (soko guru) yang langsung menopang atap. Soko guru inilah yang disakralkan oleh orang-orang tertentu, terbuat dari kayu lokal yaitu cinna gori yang dibentuk secara utuh, dan tampak ditatah dengan ukuran garis tengah 90 cm.

Lantai masjid dari tegel ubin teraso, pengganti ubin asli yang terbuat dari batu tumbuk. Di dalam ruangan masjid terdapat mimbar dari kayu dengan atap kala parang atau kulit kerang.

Gapura mimbar berbentuk paduraksa, memiliki hiasan kala makara yang distilir dengan daun-daunan yang keluar dari kendi. Sebagian masyarakat Luwu beranggapan bahwa tepat di bawah mimbar terdapat makam Puang Ambe Monte yang berasal dari Sangalla Tana Toraja.

Sejauh ini telah dilakukan beberapa kali renovasi untuk perbaikan masjid. Renovasi pertama pada 1700 M dengan perbaikan pada lantai. Kedua, pada 1951, mengganti lantai yang lama dengan lantai dari tegel yang didatangkan dari Singapura. Renovasi ketiga pada 1981 untuk memperbaiki seluruh bagian masjid yang rusak. Sedangkan pada renovasi keempat dan kelima dengan menambahkan luas bangunan hingga seperti yang sekarang ini. Lahan masjid ini seluas 1.680 m².

Bentuk arsitektur Masjid Jami Tua Palopo secara keseluruhan menunjukkan nilai-nilai kebudayaan lokal yang berakulturasi dengan nilai-nilai dari luar, terutama Islam dan Jawa. Meski demikian, bagian inti dari kebudayaan setempat, tidak berubah.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross