Rangkaian kegiatan dalam Mappadendang di Barru. (Dok/Disparpora Pemkab Barru).

Melihat Tradisi Mappadendang dan Keistimewaan Sao Raja Lapinceng di Barru

Publish by Redaksi on 6 July 2023

NEWS, IDenesia.id - Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan dikenal sebagai salah satu daerah yang masih mempertahankan erat warisan tradisi leluhur dan menjaga kearifan lokal. Masyarakat di beberapa wilayah setempat, biasanya menggelar pesta ada untuk memperingati hari atau momen-momen tertentu. Khususnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan alam.

Salah satunya adalah tradisi Mappadendang. Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Pemkab Barru, Kamis, 6 Juli 2023, Mappadendang identik dengan pesta pascapanen suku Bugis. Ini merupakan wujud syukur kepada sang pencipta atas keberhasilan masyarakat khususnya petani dalam menanam padi mereka. Tradisi ini biasanya digelar dengan akbar.

Mappadendang berarti merepresentasikan dari bunyi tumbuk menggunakan alu ke lesung. Masyarakat terpilih secara bergantian untuk menumbuk padi yang sudah disediakan. Formasi utama dalam tradisi ini yakni, enam perempuan, tiga pria. Sementara komponen atau alat yang digunakan terdiri dari bilik baruga, lesung, alu dan pakaian tradisional khas Bugis-Makassar, yakni Baju Bodo.

Di Barru, masih ada beberapa desa yang masih rutin menggelar tradisi Mappadendang dengan berbagai keunikannya masing-masing. Di Desa Paccekke, Kecamatan Soppeng Riaja misalnya, Mappadendang dirangkaikan dengan tradisi Matojang atau ayunan raksasa yang terbuat dari dua buah pohon kapuk yang tinggi. Kemudian tali ayunan dibuat dari rotan.

Di Dusun Maddo, Kecamatan Tanete Riaja, Mappadendang juga dirangkaikan dengan tradisi Sere Api atau bergerak dan menari dalam kobaran api. Di Dusun Birue, Kecamatan Barru, Mappadendang dirangkaikan dengan siram-menyiram antar masyarakat. Selain itu masyarakat juga biasa menyajikan makanan khas seperti bette dan sokko.

Selain tradisi yang menjadi warisan budaya, di Barru, kita juga bisa melihat peninggalan sejarah lainnya. Yakni, Saoraja Lapinceng, istana peninggalan Kerajaan Balusu. Istana ini menjadi salah satu saksi perjuangan Kerajaan Balusu melawan penjajahan Belanda. Situs ini terletak 18 kilomter ke arah utara dari Objek Wisata Bolapitue.

Rumah ini di buat pada masa pemerintahan Andi Muhammad Saleh Daeng Parani yang bergelar Petta Sulle Raja Balusu. Saoraja Lapinceng sendiri dibuat menggunakan kayu bayam kualitas terbaik pada tahun 1895. Rumah ini terdiri dari 6 petak dengan ukuran 35×12 meter dengan jumlah tiang 35 buah ukuran 35×35 cm dan terdapat satu tiang dengan berukuran 50×50 cm.

Rumah ini berbentuk persegi panjang dan terbagi atas 3 bagian ruangan. Yakni, awa bola atau kolong rumah, ale bola atau badan rumah dan coppo bola atau atap rumah. Pada bagian Awa-bola terdiri dari kolong rumah tidak berdinding, tempat menaruh alat pertanian, atau tempat anak-anak bermain.

Sedangkan pada bagian kolong rumah ini merupakan tempat tinggal. Terdiri atas tiga bagian. Yaitu, ruang depan atau lego-lego, untuk menerima tamu, dan tempat acara adat, ruang tengah untuk kamar tidur raja, kamar tamu, dan terdapat tangga menuju rakkeang atau ruang dalam, dapureng atau dapur.

Untuk coppo bola, terdapat ruangan di atas plafon rumah yang sangat luas dan digunakan sebagai tempat persembuniyan perempuan dan orang tua sekaligus untuk memantau keamanan di sekitar saat masa penjajahan. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan antara lain, rumah jaga dengan ukuran sekitar 7,50 x 4 meter. Dan bangunan kamar mandi dan sumur dengan ukuran sekitar 8,50 x 6,20 meter. Luas lokasi secara keseluruhan sekitar 4.000 meter persegi.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross