Persiapan Ma’tinggoro Tedong, dalam Rambu Solo di Toraja. (Foto: BudayaIndonesia.org / Yolanda Lisu).

Memahami Wujud Spiritualitas Lewat Upacara Ma’tinggoro Tedong di Toraja

Publish by Redaksi on 1 November 2023

NEWS, IDenesia.id - Bicara tentang pluralisme dan keberagaman dalam praktik kebudayaan masyarakat Toraja memang tak pernah ada habisnya. Daerah yang identik dengan tujuan wisata alam, kultur dan religi ini selalu punya cerita menarik. Salah satu dari sekian tradisi yang terus dipertahankan eksistensinya adalah, Ma’tinggoro Tedong. 

Jika diterjemahkan, Ma’tinggoro Tedong berarti penyembelihan kerbau dengan cara menebas bagian leher. Tradisi ini biasanya ditemukan saat Rambu Solo atau upacara kematian. Ma’tinggoro Tedong dimaknai sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terakhir bagi keluarga yang meninggal. 

Oleh penganut Aluk Todolo (kepercayaan leluhur) kerbau yang dikurbankan, akan menjadi kendaraan bagi keluarga yang meninggal menuju Puya (Surga). Dilansir IDenesia.id, dari berbagai sumber, Rabu, 1 November 2023, masyarakat Toraja memiliki tradisi adat kematian untuk menghantarkan arwah ke alam roh dan menghormati leluhur yang telah lama tiada. Ma’tinggoro Tedong menjadi wadah spiritualnya. 

Kerbau yang dipilih pun ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak keluarga saat bermusyawarah. Bila sudah disepakati, kerbau ini kemudian dipersiapkan untuk dieksekusi oleh empunya atau tetua adat, atau tokoh adat setempat. Beberapa hari sebelum dipenggal kerbau sangat biasanya diberi perhatian khusus. 

Khususnya pola perawatan hingga pakannya. Karena sakralitasnya, kerbau yang dipersiapkan untuk disembelih mesti dirawat dengan baik. Saat hari pelaksanaan eksekusi, kerbau berdiri tepat di samping atau berhadapan dengan algojonya. Beragam doa menurut kepercayaan masyarakat setempat dilantunkan sebelum kerbau dipotong lehernya menggunakan parang atau pisang khusus dari sang eksekutor. 

Tak jarang, dalam proses eksekusi ada ada beberapa kerbau yang tak lantas jatuh meski lehernya bersimbah darah. Tapi itu hanya sebagian kecil dari insiden yang dilaporkan pernah terjadi. Selebihnya, sukses sesuai dengan tujuan mendasar dari upacara Ma’tinggoro Tedong. Bagi orang Toraja ada dua kematian, yaitu meninggal secara biologis dan spiritual. 

Kematian biologis, maksudnya menganggap bahwa keluarga yang meninggal, masih sakit dan tetap mereka sapa bahkan diberikan makanan. Karena menurut mereka keluarga yang meninggal itu belum sepenuhnya mati melainkan hanya nyawa yang terputus. Setelah disimpan lama dan akan di upacarakan barulah mereka menyebutnya Tomate atau meninggal secara utuh, secara fisik dan ritual. 

Masyarakat Toraja sangat memegang teguh tradisi dan ajaran nenek moyang, para pendahulu atau leluhur.  Lingkungan di Toraja merupakan daerah yang masih memegang teguh aturan-aturan atau norma-norma yang dapat memberikan tatanan bagi masyarakat untuk hidup saling menghargai dan penuh dengan toleransi. 

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross