Pahlawan Nasional Opu Daeng Risaju. (Foto: IKPNI).

Mengenal Opu Daeng Risaju, Pahlawan Wanita dari Tanah Luwu Diabadikan Jadi Nama Jalan di Makassar

Publish by Redaksi on 23 August 2023

NEWS, IDenesia.id - Pemberian nama jalan berdasarkan nama-nama pahlawan adalah cara yang penting untuk mempertahankan warisan budaya dan nilai-nilai yang diwakili oleh tokoh tersebut. Ini dimaksudkan sebagai pengingat bagi masyarakat, tentang perjuangan dan kontribusi besar mereka yang berjasa dalam membentuk sejarah dan identitas bangsa.

Belum lama ini, Pemerintah Kota Makassar mengganti nama Jalan Cendrawasih, menjadi nama pahlawan nasional Opu Daeng Risaju. Pergantian ini diresmikan pada Selasa, 22 Agustus 2023. Selain disaksikan pejabat pemerintah, pihak DPRD Makassar ada juga dari Badan Pengurus Wilayah Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR).

Namun, tahukah kita bahwa Opu Daeng Risaju dulunya adalah pejuang wanita yang pantang tunduk dan menyerah dengan kolonialisme Belanda. Opu Daeng Risaju dilahirkan di Palopo, Luwu (Luwu Raya) tahun 1880 dengan nama lahir Famajjah. Ayahnya adalah Muhammad Abdullah To Bareseng dan ibunya Opu Daeng Mawellu.

Darah kebangsawanan diperolehnya dari ibunya. Opu Daeng Mawellu adalah keturunan langsung (cicit) dari Raja Bone ke-22, La Temmasonge Matimoeri Malimongeng, yang memerintah tahun 1749-75. Bagi masyarakat Luwu, gelar Opu adalah sebuah predikat kebangsawanan yang diberikan kepada seseorang setelah menikah.

Gelar Opu yang diberikan kepada seseorang yang secara struktur menduduki jabatan dalam Birokrasi Kerajaan. Sebagai seorang bangsawan, Opu Daeng Risaju memperoleh tempat tersendiri dalam masyarakat. Seperti halnya para bangsawan tinggi lainnya, yang sekalipun tidak menduduki jabatan dalam birokrasi kerajaan, tetapi gelar Opu yang disandangnya menjadikannya menempati kedudukan yang terhormat di mata masyarakat.

Dengan predikat itulah Opu Daeng Risaju dapat bergerak secara leluasa kemanapun dan dapat menemui semua orang dari lapisan masyarakat manapun. Opu Daeng Risaju, secara formal tidak pernah mengikuti pendidikan dalam arti sekolah, karena sejak kecil ia hanya diajarkan Pendidikan agama oleh pengasuhnya.

Hari-harinya di masa kanak-kanak diisi dengan belajar mengaji Al-Qur’an hingga khatam 30 juz. Ia juga belajar dan memperoleh Pendidikan agama oleh pengasuhnya. Selama itu ia juga belajar Fiqih, Nahwu, Sharaf dan Balaghah dari beberapa orang guru agama dan ulama di Sabbang Paru. Pengetahuannya tentang Nahwu, Sharaf dan Balaghah adalah pengetahuan dalam pengkajian ilmu-ilmu agama yang lebih tinggi.

Dasar Pendidikan yang diperolehnya memang tidak setinggi pengetahuan agama yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena pandangan masyarakat tradisional Kketika itu tentang pendidikan, yang hanya memberi kesempatan terbatas untuk anak perempuan dan dianggap cukup hingga ke tingkat kepandaian membaca dan menulis huruf latin saja.

Hal yang sama juga dialami oleh Opu Daeng Risaju yang kemampuan ilmu agamanya melampaui kepandaiannya dalam pengetahuan umum. Setelah beranjak dewasa, Opu Daeng Risaju dinikahkan dengan seorang ulama dari Bone yakni H Muhammad Daud dan pada waktu itulah ia mendapatkan gelarnya yakni Opu Daeng Risaju, sesuai dengan tradisi masyarakat Luwu.

Suami Opu Daeng Risaju, Muhammad Daud adalah seorang ulama yang pernah bermukim di Mekkah. Ia adalah anak dari rekan dagang ayahnya. Muhammad Daud kemudian diangkat menjadi imam masjid istana kerajaan Luwu karena menikah dengan keluarga bangsawan dan memiliki pengetahuan yang luas tentang agama.

Pada tahun 1905 Belanda melakukan ekspedisi terhadap seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan, tak terkecuali kerajaan Luwu. Pada waktu itu Opu Daeng Risaju bersama suami kemudian meninggalkan Palopo dan menetap di Parepare. Di sana, Opu Daeng Risaju mulai aktif dalam organisasi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

Pada tahun 1927, Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi PSII cabang Parepare yang merupakan organisasi yang bergerak dibidang politik untuk menentang kaum penjajah. Keaktifan Opu Daeng Risaju dalam organisasi PSII memberikan pengalaman kepadanya. Opu Daeng Risaju tercatat dalam sejarah sebagai wanita pertama di Indonesia yang menjadi pucuk pimpinan partai politik yang berasaskan Islam, yakni PSII.

Sebagai seorang putri keturunan bangsawan, Opu Daeng Risaju dalam dirinya telah tertanam sikap dan jiwa patriotisme serta daya kharismatik terhadap masyarakat. Opu Daeng Risaju dalam melakukan perjuangannya dalam menyebarkan ajaran Islam di Tanah Luwu mendapatkan kendala baik dari pihak Belanda maupun pihak keluarga.

Hal itu tidak menyurutkan semangat perjuangan Opu Daeng Risaju untuk terus membangun PSII. Oleh sebab itu Belanda datang untuk menangkap Opu Daeng Risaju beserta pengikutnya. Setelah menjalani masa tahanan, dukungan pun datang dari berbagai utusan dan undangan yang memintanya untuk mendirikan ranting PSII di tanah Luwu seperti di Maili dan Patampanua.

Opu Daeng Risaju bersama dengan suaminya dibawa ke Palopo melalui jalan laut dengan pengawalan yang cukup ketat dan tangan diborgol karena dianggap membahayakan. Pada waktu itu pemborgolan terhadap kaum bangsawan merupakan bentuk pelecehan terhadap kaum bangsawan dan keluarganya. Perlakuan tersebut mendapatkan protes keras dari pemangku adat Luwu.

Salah satunya ialah Opu Balirante yang memiliki hubungan darah dengan Opu Daeng Siraju. Itu menjadi awal dari tantangan Opu Daeng Risaju terhadap pihak keluarganya dan adat Luwu. Opu Daeng Risaju memang pejuang yang tak kenal menyerah. Walaupun sudah mendapatkan tekanan yang sangat berat baik dari pihak kerajaan Luwu maupun pemerintah kolonial Belanda, tetapi ia tidak mau menghentikan aktivitasnya.

Bahkan Opu Daeng Risaju menerima hukuman oleh pihak Belanda dan Ketua Distrik Bajo saat itu untuk lari mengelilingi lapangan bola pada siang hari dengan letusan senapan di dekatnya. Bahkan, sebuah senapan diletuskan di samping telinganya persis. Hukuman tersebut membuat gendang telinga Opu Daeng Risadju pecah dan menjadi tuli seumur hidup.

Setelah kemerdekaan, Opu Daeng Risadju hidup bersama anaknya di Parepare. Pada 10 Februari 1964, dirinya menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan di kompleks makam Raja-raja Lokkoe di Palopo. Pada 3 November 2006, Opu Daeng Risaju diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Kisah perjuangan Opu Daeng Risaju akan terus menjadi inspirasi bagi perempuan Sulawesi Selatan dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sumber: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta - Susanna Stella W, Duta Museum untuk Museum Pergerakan Wanita Indonesia.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross