NEWS, IDenesia.id - Belum lama ini, Kota Makassar dan sejumlah daerah lain di Sulawesi Selatan telah diguyur hujan lebat disertai angin kencang. Sedangkan beberapa wilayah lainnya, masih dilanda kemarau ekstrem dan suhu panas yang dianggap menyengat serta berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Berbagai upaya juga coba diterapkan otoritas terkait agar hujan bisa turun, khususnya di daerah-daerah yang dianggap belum punya potensi di tengah dampak El Nino. Salah satunya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel yang mencoba menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Lantas bagaimana memahami pemicu atau awal musim hujan?. “Awal musim hujan (AMH) ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama/lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh 2 dasarian berikutnya,” tulis keterangan lewat akun Instagram BMKG Sulsel yang dikutip, Sabtu, 28 Oktober 2023.
Musim panas ekstrem bahkan membuat sejumlah daerah dilanda kekeringan dan berdampak pada krisis air baku. Menurut BMKG Sulsel, permulaan musim hujan bisa terjadi lebih awal atau maju, sama, lebih lambat atau mundur dari normalnya. “Normal hujan 1991-2020,” lanjut BMKG dalam keterangannya.
Hujan yang turun beberapa hari terakhir menurut BMKG sebelumnya sudah menjadi penanda. “Ini masih hal yang lumrah untuk hujannya. Tapi ini salah satu fenomena yang sering muncul saat musim transisi,” ujar Prakirawan BMKG Makassar, Agusmin dalam keterangannya kepada jurnalis, Senin 23 Oktober 2023.
Agusmin menjelaskan hujan yang terjadi saat itu lantaran munculnya awan konvektif, atau cumulonimbus, yang tumbuh di atas wilayah Makassar dan sekitarnya. Sebab pihaknya memprediksi musim hujan diperkirakan terjadi pada awal November mendatang.
“Iya seharusnya sudah masuk musim transisi. Tapi perlu digaris bawahi, hujan dengan disertai petir yang terjadi seperti ini tidak berlangsung berturut-turut di hari berikutnya. Tapi fenomena ini memang salah satu tanda yang biasa terjadi di musim peralihan,” lanjutnya.
