Potret Peringatan Maudu Lompoa di Cikoang, Takalar, Sulsel. (Foto: Datascrip.com).

Mengenal Tradisi Maudu Lompoa di Sulsel, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang Sarat Makna

Publish by Redaksi on 28 September 2023

NEWS, IDenesia.id - Setiap daerah punya cara sendiri dalam memperingati hari-hari besar. Termasuk momentum hari istimewa seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awwal berdasarkan penanggalan Hijriah. Di Sulawesi Selatan, hari besar umat Islam ini dikenal dengan tradisi Maudu Lompoa. Dalam arti sederhana adalah Maulid Besar. 

Salah satu daerah di Sulsel yang hingga kini masih mempertahankan tradisi ini adalah masyarakat di Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Hampir di setiap tahun masyarakat setempat menggelar peringatan Maudu Lompoa. Dilansir dari laman resmi, Warisan Budaya Kemendikbud, Kamis, 28 September 2023, Maudu Lompoa ini merupakan perpaduan antara unsur budaya dengan ritual-ritual keagamaan. 

Perayaan Maudu Lompoa di Cikoang berhubungan erat kaitannya dengan kehadiran seorang ulama Aceh bernama Sayyid Jalaluddin yang dianggap telah berjasa dalam penyebaran dan pengembangan ajaran Islam di lokasi setempat sejak 1621. Sayyid Jalaluddin adalah keturunan Arab Hadramaut Arab Selatan dan masih terhitung sebagai keturunan anak cucu Nabi Muhammad SAW yang ke-27. 

Sayyid Jalaluddin menikah dengan seorang putri bangsawan Makassar dari kerajaan Gowa bernama I Acara Daeng Tamami dan menetap di Cikoang. Kedatangan Sayyid Jalaluddin menjadi cikal bakal kemunculan keturunannya di Cikoang dalam kehidupan masyarakat setempat. Keturunannya kemudian sangat berpengaruh kuat dalam semua tatanan sosial di lingkungan masyarakat. 

Baik dalam bidang pemerintahan hingga keagamaan. Maudu Lompoa dirayakan secara akbar oleh masyarakat Cikoang dengan berbagai prosesi. Seperti arak-arakan julung-julung (replika kapal) yang berisi hidangan khas berupa nasi pamatara (setengah matang) dan lauk yang menunya didominasi ayam kampung dan telur warna-warni yang penuh hiasan bunga kertas dan male (guntingan kertas minyak yang menyerupai tubuh manusia). 

Kemudian mukena, kain khas Sulawesi serta aksesoris lainnya. Perayaan besar ini memerlukan waktu yang tidak singkat. Masyarakat mempersiapkannya selama 40 hari sebelum puncak acara. Persiapan dimulai dengan tradisi Jene-jene Sappara atau mandi pada bulan Syafar yang dipimpin oleh sesepuh atau guru adat masyarakat Cikoang. 

Kemudian, mereka mempersiapkan ayam kampung yang akan disajikan pada puncak acara. Ayam-ayam ini harus diisolasi selama 40 hari di tempat yang bersih dan diberi makan dengan beras berkualitas. Pada saat yang sama, masyarakat juga memulai prosesi angnganang baku yang melibatkan pembuatan bakul sesaji dari daun lontar. 

Selain itu, mereka juga menjemur padi dalam lingkaran pagar dan melanjutkan dengan adengka ase yaitu menumbuk padi menggunakan lesung. Selanjutnya, warga setempat mengupas kelapa utuh yang ditanam sendiri atau ammisa kaluku. Dua hari sebelum hari pelaksanaan, masyarakat yang hendak mengikuti Maudu Lompoa memotong ayam kampung dan menghias telur. 

Sementara ibu rumah tangga dan dibantu anak-anaknya, memasak semua persiapan yang telah disediakan tadi. Ada yang unik dalam proses memasak ini. Memasak dilakukan di dalam rabang atau kolong rumah panggung dan tidak boleh keluar pagar. Perempuan harus memakai sarung dalam keadaan bersih dan mengambil air wudhu sebelum memasak. 

Beras yang dimasak pun sebelumnya harus dicuci tujuh kali dan air cuciannya ditampung dalam lubang yang sengaja dibuat dalam rabang. Sedangkan isi bakul disesuaikan jumlah keluarga tiap rumah. Setiap satu orang, harus dipotongkan satu ayam dan dimasakkan satu gantang (empat liter) beras. Sedangkan jumlah telur hias disesuaikan dengan kemampuan masing-masing keluarga. 

Minimal berjumlah 20 butir. Selanjutnya, bakul berisi hidangan itu dikumpulkan pada julung-julung, kemudian diarak menuju pinggir Sungai Cikoang. Isi julung-julung ini kemudian diperebutkan para warga, sementara julung-julung diarak kembali sesuai dengan tradisi. Bagi masyarakat Cikoang, perayaan Maudu Lompoa ini sarat makna. 

Bakul anyaman yang dibuat dari lontar, menggambarkan bahwa tubuh manusia teranyam oleh lebih 4.000 saraf. Empat liter beras, selain melambangkan syariat Islam, juga melambangkan empat unsur dari manusia, yakni tanah, air, api, dan angin. Ayam kampung yang dipelihara selama 40 hari adalah sebuah pembelajaran akan waktu. 

Selain itu, ayam kampung juga dikenal sebagai hewan yang ulet. Kelapa yang memiliki tujuh lapis kulit melambangkan hakikat mata hati. Telur berarti keyakinan (makrifat) dan perahu diibaratkan kendaraan menuju bahtera berkah. Kain bagai tempat bernaung saat manusia berada di padang mahsyar nanti. 

Khusus kain yang digunakan sebagai umbul-umbul pada perahu kayu yang berukuran besar yang dikenal dengan nama lambere japing-japing atau perahu nelayan yang berukuran kecil yang disebut jolloro, biasanya adalah kain sarung atau kain yang bisa dijadikan baju. Mengenai pemilihan warna dan kualitasnya tergantung selera dan kemampuan masing-masing.

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross