Ilustrasi, ikan hasil tangkapan. (Foto: Unismuh Kotabumi).

Mengenal Tradisi Menangkap Ikan di Sulsel dengan Bunyi-bunyian

Publish by Redaksi on 2 November 2023

NEWS, IDenesia.id - Ada yang berbeda dalam tradisi menangkap ikan bagi masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan sejak zaman dulu. Bila umumnya ikan khususnya air tawar, di sungai hingga muara, ditangkap menggunakan alat pancing, aktivitas menangkap ikan masyarakat justru menggunakan musik sebagai sarananya. Dalam artian beragam alat musik tradisional yang menghasilkan bunyi. 

Tradisi semacam ini disebut dengan Marimpa Salo yang bermakna suatu bentuk penangkapan ikan air tawar atau sungai secara turun-temurun. Caranya menghalau ikan dari arah hulu sungai menuju muara yang diiringi dengan berbagai perahu dengan tabuhan gendang yang bertalu-talu dan bunyi-bunyian lainnya yang terbuat dari batangan bambu. 

Praktik menangkap ikan unik ini biasanya dilakukan bersama-sama atau bergotong-royong masyarakat antar desa. Apalagi bila sungai yang dijadikan sebagai lokasi penangkapan, terhubung ke desa lainnya. Ikan-ikan dihalau dari hulu sungai menuju muara, di iringi dengan bising alat musik dengan harapan ikan akan berkumpul disuatu tempat dan memudahkan untuk ditangkap.

Marimpa Salo lahir dari dari kebiasaan para leluhur, orang Bugis-Makassar khususnya Kerajaan Sanjai dan Kerajaan Bua serta kerajaan sekitarnya. Bila setelah panen raya tiba, sekelompok masyarakat melakukan acara ritual di hulu sungai yang biasa disebut Batu Lotong (Batu Hitam) aliran sungai Appareng disebut Ma'timpa Binanga dengan cara Ma'teppo atau mengeringkan beberapa bagian sungai. 

Cara mengeringkannya, dengan menaburkan ramuan-ramuan dari kulit kayu dan sejenisnya yang disebut Ma'tuha Bale yang berarti meracuni ikan-ikan untuk memudahkan penangkapan. Namun seiring dengan perjalanannya, aktivitas itu dianggap merugikan masyarakat lain yang tinggal di sekitar sungai sebab secara alamiah bukan hanya biota sungai yang tercemar bahkan laut pun ikut rusak.

Begitu pula ternak yang berdampak karena mengkonsumsi air aliran sungai yang sudah ditaburi semacam racun. Sehingga Raja Bulo-bulo kala itu bersama dengan lembaga adatnya mengeluarkan aturan dengan melarang keras melakukan kegiatan Ma'timpa Binanga/Salo dan jika ada yang melanggar akan mendapat ganjaran dari raja dan penghulu adat. 

Namun demikian, masih ada yang melakukannya secara sembunyi-sembunyi sehingga Arung bersama penghulu adat melakukan Tudang Sipulung atau bermusyawarah untuk mencari jalan yang terbaik. Sehingga kegiatan Ma'timpa Binanga/Salo dengan keputusan adat diubah menjadi suatu pesta kesyukuran dengan cara menghalau ikan yang disebut Marimpa Salo. 

Sumber: Warisan Budaya Kemendikbud.go.id 

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross