Pak Tamrin saat menunggu pembeli keripiknya (idenesiafile)

Pak Tamrin, 14 Tahun Hidupi Keluarga dari Hasil Jualan Keripik Pisang

Publish by Redaksi on 1 September 2022

NEWS, IDenesia.id - Sudah 14 tahun Pak Tamrin berjualan keripik pisang. Pria yang kehilangan penglihatannya dari lahir ini kini berusia 44 tahun. Lewat jualannya, ia terus berjuang untuk menghidupi isteri dan kedua anaknya.

Pak Tamrin mengaku berjualan keripik pisang sejak tahun 2008 lalu. Saat itu dirinya tengah mengikuti program sekolah dasar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yukartuni yang berada di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.

"Saya dulu masuk sekolah itu umur 28 tahun, kalau tidak salah ingat ka, masih diterima masuk SD (sekolah dasar, red) di Yukartuni di Antang. Pelajarannya juga sama pelajaran SD cuman hurufnya yang beda karena pake huruf brail (braille, red). Disitu mi saya berpikir untuk jualan karena ada uang saku dikasih dari yayasan," tutur Pak Tamrin.

Saat ditemui IDenesia.id, Rabu, 31 Agustus 2022, Pak Tamrin tengah asik duduk di pertigaan jalan yang menghubungkan jalan Pendidikan VII, jalan Rutan dan jalan Griya Rahayu, sembari mendengar suara musik dari speaker kecilnya. Saat disapa, Pak Tamrin langsung membalas salam dengan menoleh ke arah sumber suara.

Di awal percakapan, Pak Tamrin bercerita tentang kampung kelahirannya di Kampung Ta'sa'la, Lingkungan Kampung Baru, Kelurahan Batulapisi, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.

Setiap hari Pak Tamrin mengaku menyusuri jalan Emmy Saelan hingga ke jalan Pendidikan untuk menjajakan keripik pisangnya dengan harga Rp10 ribu per-bungkus.  "Sehari itu biasa ta’ sepuluh bungkus ku bawa. Tidak tentu, kadang habis kadang juga tidak ada yang beli, pak. Setiap hari keluar jualan mulai dari rumahku di jalan Emmy Saelan sampai di sini (jalan Pendidikan, red). Biasa di sini ma juga duduk tunggu pembeli, baru pulang kerumah," terangnya.

Pak Tamrin menjelaskan bahwa ia membeli keripiknya dari penjual yang ada di jalan Toddopuli. "Kalau saya butuh lagi keripik, saya telpon yang punya. Biasa ta’ 40 bungkus saya pesan baru dia antarkan ke rumah," ucap Pak Tamrin.

Dia juga bilang, "Ta’ banyak pi diambil baru mau ki na antarkan. Itu mi ta’ 40 bungkus ku ambil. Biasa satu minggu pi baru habis terjual."

Selain berjualam keripik, Pak Tamrin juga kerap menjadi tukang pijat. Hal itu dilakukannya untuk menambah penghasilan. "Biasa itu ada juga orang datang di rumah mau diurut, lumayan juga berapa -berapa nakasika orang, yang jelas ada lagi penghasilan tambahan," lanjutnya.

Tentang keluarganya, Pak Tamrin bercerita tentang istrinya yang juga kehilangan penglihatan sejak lahir. "Kalau istriku buta dari lahir juga, pak. Sekarang di rumah ji na urus anakku yang sekolah SD sama TK. Anak pertamaku kelas lima mi SD, yang kedua masih TK. Dulu ketemuka sama istriku itu gara-gara teman yang kasih kenal lewat telpon. Baru kebetulan satu sekolah juga di Yukartuni di Antang. Di situ mi sampai menikah pak," papar Pak Tamrin sambul tersenyum. Ia mungkin mengenang masa-masa itu.

Dalam menjalani kesehariannya, Pak Tamrin mengaku sama sekali tidak mempermasalahkan keadaanya yang buta. Malah ia bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup dan beribadah. "Syukur ini, pak masih bisa hidup, ibadah, biar lagi tidak bisa melihat tapi ku syukuri ji, pak karena masih bisa ja berusaha," tutup Pak Tamrin.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross