Tentara Peta.

Sejarah Hari Ini, 16 Mei; Pasukan Peta Dihukum Mati

Publish by Redaksi on 16 May 2023

NEWS, IDenesia.id - Pada 16 Mei 1945, terjadi peristiwa mengharukan yang menimpa salah satu serdadu sekaligus anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA), Muradi. Dia bersama pasukannya dihukum mati di Pantai Ancol oleh Kenpeitai (Pengadilan Militer) Tentara Kekaisaran Jepang.

Muradi dieksekusi hukuman mati lantaran dinilai melakukan pemberontakan terhadap pasukan pendudukan Jepang. Padahal, Jepang yang mendirikan milisi PETA untuk membantu tentara mereka menghadapi sekutu. Dalam pemberontakan tersebut, Jepang berhasil mengagalkannya, sehingga ada delapan orang dihukum mati dan sisanya dipenjara antara tiga tahun hingga seumur hidup.

Pembela Tanah Air (PETA) merupakan salah satu para militer yang didirikan ketika Jepang menduduki Indonesia. Tentara sukarela ini dibentuk setelah dikeluarkan peraturan Osama Seirei No.44 pada 3 Oktober 1943 oleh Gunseikan, pemimpin tertinggi pemerintahan militer Jepang yang berkedudukan di Jakarta.

PETA berisikan para pemuda Indonesia yang mendapatkan pendidikan militer modern. PETA dibentuk untuk membela Tanah Air dari serangan Sekutu yang merupakan lawan Jepang dari Perang Asia Timur Raya. Dalam perkembangannya, PETA menjadi salah satu pilar utama dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Salah satu alasan pembentukan PETA, yaitu Indonesia telah mendambakan adanya pelatihan militer bagi pendudukan sejak zaman penjajahan Belanda. Berbeda dengan Jepang, Belanda takut jika rakyat Indonesia dilatih militer justru akan membuat keberadaannya sewaktu-waktu bisa dihancurkan. Selain itu, Jepang membentuk PETA didasarkan adanya kebutuhan akan tambahan pasukan terlatih bidang militer sebagai tindakan antisipasi untuk menghadapi Sekutu jika menyerang Indonesia.

PETA dibentuk bala tentara Jepang di Indonesia bulan Oktober 1943. Mereka merekrut pemuda Indonesia untuk dijadikan tentara teritorial guna mempertahankan Jawa, Bali dan Sumatera jika pasukan sekutu tiba.

Nurani komandan muda itu tersentak melihat penderitaan rakyat yang diakibatkan perlakuan tentara Jepang. Kondisi Romusha, atau orang yang dikerahkan untuk kerja paksa membangun perbentengan di pantai sangat menyedihkan. Banyak yang mati akibat kelaparan dan disentri tanpa diobati.

Para prajurit PETA geram melihat tentara Jepang melecehkan wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini dijanjikan mendapat pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas napsu tentara Jepang.

Pertemuan rahasia digelar sejak September 1944. Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya pemberontakan tetapi sebuah revolusi. Para pemberontak itu menghubungi Komandan Batalyon di wilayah lain untuk sama-sama mengangkat senjata. Mereka juga berniat menggalang kekuatan rakyat.

Dalam waktu singkat Jepang mengirimkan pasukan untuk memadamkan pemberontakan itu. Para pemberontak terdesak. Difasilitasi dinas propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui Shodancho Muradi, salah satu pentolan pemberontak. Katagiri meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.

Pemberontakan tidak sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana ini terbukti telah diketahui Jepang. Akibatnya, sebanyak 78 orang perwira dan prajurit ditangkap dan dipenjara. Sementara itu, sebanyak enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada 16 Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross