Peristiwa Tsunami Raksasa Ambon, Maluku terjadi pada 17 Februari 1674 sekitar pukul 19.00 – 20.00 waktu setempat, merupakan sebuah tsunami besar yang sangat dahsyat saat itu. (Foto: indocropcircles.wordpress.com).

Sejarah Hari Ini, 17 Februari; Mengenang Peristiwa Gempa Bumi Dan Tsunami Maluku Tahun 1674

Publish by Redaksi on 17 February 2023

NEWS, IDenesia.id - Peristiwa Tsunami Raksasa Ambon, Maluku terjadi pada 17 Februari 1674 sekitar pukul 19.00 – 20.00 waktu setempat, merupakan sebuah tsunami besar yang sangat dahsyat saat itu. Tsunami raksasa setinggi 80 meter menimpa Hila dan Lima di pulau ambon dan pulau seram.

Bencana alam tsunami tersebut menewaskan banyak sekali korban jiwa, tercatat ada sekitar 2.500 orang meninggal dunia. Dan harus kehilangan rumahnya yang hancur diterjang gelombang tsunami. Peristiwa ini pun merupakan salah satu bencana tsunami paling mematikan di Indonesia, dalam sejarah bencana alam yang terjadi di Indonesia.

Mengutip situs resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), (17/2/2020), dijelaskan bahwa gempa bumi mengguncang Ambon dan sekitarnya pada 17 Februari 1674 antara pukul 19.30-20.00 waktu setempat. Saat itu, di wilayah Ambon sedang bertepatan dengan suasana perayaan Tahun Baru China yang berlangsung cukup meriah di sekitar pasar.

Guncangan yang sangat kuat ini melanda seluruh Pulau Ambon dan pulau-pulau sekitarnya. Menurut catatan seorang ilmuwan Eropa yang pernah tinggal di Ambon, Georg Everhard Rumphius (1627-1702), dia mencatat korban tewas akibat gempa bumi mencapai 86 orang.

Korban-korban ini meninggal karena tertimpa runtuhan bangunan dan rumah-rumah yang terbuat dari batu. "Gempa pertama kali dirasakan dengan guncangan dahsyat dari dalam tanah di Ambon. Bangunan beserta rumah-rumah runtuh dan menjadi puing-puing," tulis Rumhius dalam laporannya dikutip National Geographic, (16/9/2021).

"Seluruh Provinsi, yaitu Leytimor, Hitu, Nusatelo, Seram, Buro, Manipa, Amblau, Kelang, Bonoa, Honimoa, Nusalaut, Oma dan tempat-tempat lain yang berdekatan, mengalami guncangan yang begitu mengerikan sehingga kebanyakan orang yakin bahwa Hari Kiamat telah tiba," tulisnya.

Sementara, Badan Perdamaian Dunia (UNESCO) menuliskan, di Leitimor dan Semenanjung Hitu, terjadi tanah retak di banyak tempat dan ada banyak longsoran, yang sangat kuat di Wawani dan Pegunungan Manuzau.

Rumhius menyebutkan, apa yang terjadi pada saat itu memang mencekam dan serba kacau. Semua orang berlari ke tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri, di mana mereka bertemu dengan Gubernur dan kompi besar. Orang-orang itu mulai memimpin majelis dalam doa di bawah langit yang cerah, berharap ada keajaiban datang untuk menyelamatkannya.

Mereka juga terus mendengar dentuman seperti tembakan meriam yang jauh. Sebagian besar terdengar dari Utara dan Barat Laut, yang menunjukkan kemungkinan beberapa gunung meletus atau erupsi. Ia juga menceritakan bagaimana kerusakan yang dialami di sejumlah wilayah pasca-bencana kuat melanda dalam waktu berdekatan.

"Kerusakan yang dialami terus diberitakan dari tempat ke tempat. Kurang lebih bencana besar ini telah menyebabkan kematian lebih dari 2.243 jiwa masyarakat pribumi dan di antaranya mencakup 31 orang Eropa, dengan total mencapai 2.322 jiwa," Rumphius menutup laporannya. Catatan sang ilmuwan ini merupakan sebagian dari catatan sejarah gempa dan tsunami terkait bencana rapid onset yang pernah terjadi dan paling mematikan di Maluku serta sekitarnya.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross