Surat suara pemilihan DPRD 1 Prov jateng 1987 di Sukoharjo. (Foto : kab-sukoharjo.kpu.go.id).

Sejarah Hari Ini, 23 APRIL; Pemilu Kelima Diadakan di Indonesia 1987

Publish by Redaksi on 23 April 2023

NEWS, IDenesia.id - Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diselenggarakan secara serentak pada 23 April 1987. Pemilu ini untuk memilih anggota DPR serta anggota DPRD Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya se-Indonesia periode 1987–1992.

Pemilu ini diikuti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar).

Pemilu 1987 ini juga menjadi saksi sejarah kedigdayaan Golkar yang kembali menjadi pemenang dan meraih lonjakan suara yang signifikan. Sedangkan perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mewakili partai Islam, ternyata anjlok. Adapun Partai Demokrasi Indonesia (PDI) mendapat kenaikan suara yang cukup lumayan.

Sebelum Pemilu 1987, rezim Orde Baru telah menggelar tiga kali pemilihan umum, yakni tahun 1971, 1977, dan 1982. Seluruhnya dimenangkan secara mutlak oleh Golkar sekaligus melanggengkan Soeharto di kursi kepresidenan. Sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya yang pernah digelar sejak Indonesia merdeka, Pemilu 1987 bukanlah ajang untuk memilih presiden dan wakil presiden, melainkan memilih anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kotamadya.

Hasil akhir pemilu yang digelar pada 23 April 1987 ini menempatkan Golkar sebagai pemenang untuk ke-4 kalinya secara beruntun sejak 1971. Bahkan, perolehan suara mesin politik Orde Baru ini mencapai 74.75 persen dan memperoleh 299 kursi di DPR dari total 400 kursi yang tersedia. Capaian Golkar di Pemilu 1987 adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan tiga edisi sebelumnya, yaitu 65.55 persen pada 1971, 64.44 persen pada 1977, dan 67.22 persen suara pada 1982.

Perolehan tinggi ini menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman Orde Baru dalam mempengaruhi hasil pemilu. “Keberhasilan-keberhasilan ini sebagian besar terkait dengan pengaturan pemerintah atas UU Pemilu dan UU Kepartaian, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya yang menguntungkannya, organisasi, taktik yang diterapkan Golkar, dan manipulasi pemerintah terhadap partai-partai yang tidak memerintah,” tulis R. William Liddle dalam Pemilu-pemilu Orde Baru (1992).

Orde Baru mengerahkan segala cara agar dapat mengamankan suara Golkar, sekaligus kembali mengantarkan Soeharto ke puncak kekuasaan. Dalam UU Pemilu yang baru, Lembaga Pemilihan Umum dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri. Sejumlah menteri lainnya dan Panglima ABRI juga duduk di dewan pertimbangan lembaga yang seharusnya netral itu.

Kontrol lain dari pemerintah adalah berlakunya UU No. 3/1985 yang mewajibkan partai politik dan Golongan Karya berasas tunggal: Pancasila. Yang paling terdampak oleh UU ini adalah PPP yang harus menanggalkan asas Islamnya dan mengubah lambangnya dari Kakbah menjadi bintang. Selain itu, rezim Orde Baru juga menerapkan aturan yang berpengaruh terhadap PPP dan PDI, namun menguntungkan Golkar.

Sebutlah larangan pembentukan cabang partai di bawah tingkat provinsi, pengurangan masa kampanye (dari sebelumnya 45 hari menjadi 25 hari), hingga pelarangan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Segala pembatasan itu tak ada pengaruhnya bagi Golkar yang eksponennya menempati posisi penting dalam birokrasi dan militer.

Rezim Soeharto memanfaatkan birokratnya untuk memobilisasi dukungan terhadap Golkar. Caranya dengan menekan para kepala desa untuk mengumpulkan suara bagi Golkar. “Terutama di pedesaan Jawa, di mana pejabat-pejabat desa cenderung mengontrol sebagian besar sumber-sumber nilai dan secara tradisional dipatuhi untuk urusan-urusan di atas desa, strategi ini sangat berhasil,” tulis Liddle.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross