Ilustrasi (foto:suarasurabaya.net)

Sejarah Hari Ini, 28 Juni: Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat

Publish by Redaksi on 28 June 2024

NEWS, IDenesia.id –Hari Berkabung Daerah (HBD) Provinsi Kalimantan Barat diperingati setiap tanggal 28 Juni.

Kegiatan ini merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor pada 28 Juni Sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat, yang tidak lain merupakan bentuk kepedulian sekaligus untuk mengenang peristiwa sejarah berdarah terhadap perjuangan pergerakan nasional yang terjadi di Mandor.

Dilansir IDenesia dari laman Bappeda Pontianak, Jumat 28 Juni 2024, Peristiwa Mandor adalah peristiwa pembantaian massal yang menurut catatan sejarah terjadi pada tanggal 28 Juni 1944 di daerah Mandor, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat.

Peristiwa Mandor sendiri sering dikenang dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah yaitu pembantaian massal tanpa batas etnis dan ras oleh tentara Jepang dengan samurai.

Peritiwa tersebut diawali dengan kecurigaan pihak Jepang bahwa di Kalimantan Barat dan Selatan tentang terdapat perkumpulan yang terdiri atas kaum cerdik pandai, cendikiawan, para raja, sultan, tokoh masyarakat, orang-orang Cina, para pejabat yang sering berkumpul membicarakan perlawanan terhadap Jepang.

Rupanya, berdasarkan informasi dari para informan Jepang, kelompok Banjarmasin itu telah menjalin hubungan dengan para aktifis di Pontianak.

Informasi dari Amir, seorang informan di Tokkei ini, membuat pihak Jepang marah. Menurut Amir, Manajer Asahikan sebuah bioskop di Pontianak Ahmad Maidin, malah telah menyebarkan berita fitnah yang meresahkan. Misalnya, kota Surabaya dibom dan pasukan Jepang kalah perang terus. Kabar itu tersebar pada Juli-Agustus 1943.

Pada akhir Januari 1944 terjadi lagi penangkapan tahap II. Sekitar 120 orang yang ditangkap, antara lain tokoh-tokoh Singkawang. Sedangkan penangkapan tahap III terjadi pada Februari 1944, menimpa para ambtnaar dan kaum intelektual pada zamannya. Pada 28 Juni 1944 itulah saat yang menyeramkan warga Pontianak.

Sejak awal April, pemerintah Jepang di Pontianak mendengar isu akan adanya pemberontakan. Suasana kota Pontianak pun menjadi tegang. Rupanya ada yang memanfaatkan situasi itu untuk memancing di air keruh, tiba-tiba Jepang mencurigai keluarga Sultan Muhammad Alkadrie yang akan menjadi otak pemberontakan.

Sehingga terjadi penangkapan-penangkapan. Penangkapan-penangkapan tersebut terjadi antara September 1943 dan awal 1944.  Menurut sejarah hampir terdapat 21.037 jumlah pembantaian yang di bunuh oleh Jepang, namun Jepang menolaknya dan menganggap hanya 1.000 korban saja.

Hari itu ribuan balatentara Jepang mengadakan operasi kilat penangkapan orang-orang yang dicurigai. Dengan membabi buta setiap orang yang dianggap mempunyai intelektualitas terutama para ulama ditangkapi. Sultan Muhammad sendiri bersama para punggawanya “dijemput” paksa balatentara Jepang dari istananya.

Dengan disaksikan istri, anak cucu, punggawa dan sebagian rakyatnya, raja yang ahli ibadah itu dirantai dan kepalanya ditutupi kain hitam, sebelum dibawa pergi. Yang mengharukan, sebelum dibawa pergi Sultan Muhammad Alkadrie memutar-mutar tasbih di jari telunjuknya seraya bertakbir.

Rombongan pembesar kerajaan lalu dibawa ke depan markas Jepang di sisi lain sungai Kapuas (sekarang menjadi markas Korem). Di tempat itu satu persatu kepala mereka dipenggal, kemudian dimasukkan ke truk dan dibawa pergi entah kemana.

Beruntung, tujuh bulan kemudian setelah Jepang sudah angkat kaki jasad Sultan Muhammad Alkadrie berhasil ditemukan di Krekot. Penemuan itu sendiri berkat laporan salah seorang penggali lubang makam yang berhasil lolos dari pembantaian serdadu Jepang.

Zaman pendudukan Jepang lebih menyeramkan daripada masa pendudukan Belanda. Peristiwa mandor terjadi akibat ketidaksukaan penjajah Jepang terhadap para pemberontak. Karena ketika itu Jepang ingin menguasai seluruh kekayaan yang ada di Bumi Kalimantan Barat.

Meskipun demikian ternyata menurut sejarah yang dibantai bukan hanya kaum cendekiawan maupun feodal namun juga rakyat-rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa. Tidak diketahui apakah karena tentara Jepang memang bodoh atau apa, kala itu pisau dilarang oleh penjajah Jepang.

Jepang memang telah menyusun rencana genosida untuk memberangus semangat perlawanan rakyat Kalbar kala itu. Sebuah harian Jepang Borneo Shinbun, koran yang terbit pada masa itu mengungkap rencana tentara negeri samurai itu untuk membungkam kelompok pembangkang kebijakan politik perang Jepang. Tanggal 28 Juni diyakini sebagai hari pengeksekusian ribuan tokoh-tokoh penting masyarakat pada masa itu.

Demikian peristiwa itu kemudian diperingati sebagai peristiwa mandor setiap tanggal 28 juni menjadi hari berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat.

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross