Ilustrasi Pangeran Dipanegara. (Foto : tirto.id/Gery).

Sejarah Hari Ini, 8 Januari; Meninggalnya Pahlawan Pangeran Diponegoro

Publish by Redaksi on 8 January 2023

NEWS, IDenesia.id - Bendara Pangeran Harya Dipanegara atau biasa dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro, lahir pada 11 November 1785 dan meninggal dunia pada tanggal 8 Januari 1855. Ia adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia, yang memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830 melawan pemerintah Hindia Belanda.

Pangeran Diponegoro meninggal di Benteng Rotterdam setelah ditangkap dan diasingkan ke Makassar, yang sebelumnya dipindahkan dari pengasingannya di Manado.

Melansir dari ditsmp.kemdikbud.go.id ketika masih hidup, Putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III ini ditangkap paksa dalam siasat Jenderal De Kock pada 28 Maret 1830, dan berhasil menekan pasukan Diponegoro di Magelang. Kesedian dirinya tersebut dilakukan dengan syarat dilepaskannya sisa anggota laskar Diponegoro.

Pemilik nama asli Raden Mas Ontowiryo dikenal luas sebagai Pangeran Diponegoro pemimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa, sebab tanah Jawa menjadi tempat terjadinya perang. Perang itu terjadi disebabkan oleh ketidaksetujuan Diponegoro atas campur tangan Belanda pada perkara kerajaan. Selain itu juga karena para petani lokal yang menderita akibat warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman yang menyalahgunakan penyewaan tanah mulai tahun 1821.

Dimana pada tanggal 6 Mei 1823, Van der Capellen mengeluarkan dekrit bagi orang Eropa dan Tionghoa yang menyewa seluruh tanah, wajib mengembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824. Akan tetapi, kompensasi wajib diberikan oleh pemilik lahan kepada penyewa lahan Eropa. Dari situ, pria yang lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta tersebut membulatkan hatinya untuk melawan dengan melakukan pembatalan pajak Puwasa. Hal ini dilakukan supaya para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.

Rasa kecewa dirasakan Pangeran Diponegoro saat Patih Danureja memasang tonggak-tonggak atau patok guna membangun rel kereta api melewati makam leluhurnya. Hal ini dilakukan Patih atas perintah dari Belanda. Kemudian Diponegoro bertekad untuk melawan Belanda dan menyatakan sikap untuk berperang. Sebelum perang pecah, dua bupati keraton senior memimpin pasukan Jawa-Belanda yang diutus oleh pihak istana menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo pada hari Rabu, 20 Juli 1825.

Pangeran serta sebagin besar pengikutnya berhasil lolos sebab lebih mengetahui medan di Tegalrejo, walaupun tempat tinggal Diponegoro jatuh dan dibakar. Kemudian bersama keluarga dan pasukannya, Pangeran Diponegoro berpindah ke barat sampai ke Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo.

Lalu perjalanan diteruskan ke arah selatan sampai tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul keesokan harinya. Kemudian Pangeran Diponegoro pindah ke Selarong, daerah berbukit-bukit yang dijadikan sebagai markas besarnya.

Sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul yakni Goa Selarong dijadikan oleh Pangeran Diponegoro sebagai basisnya. Adapun goa bagian barat yang disebut Goa Kakung ditempati pangeran yang dijadikan juga sebagai tempat pertapaannya. Sementara Raden Ayu Retnaningsih, istrinya menemani Pangeran, bersama pengiringnya menduduki Goa Putri di bagian Timur.

Perang Diponegoro yang terjadi selama 5 tahun mulai 1825 hingga 1830 ini sudah memakan korban jiwa, sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa. Sedangkan di pihak Belanda, korban yang tewas mencapai 8.000 tentara Belanda dan 7.000 serdadu pribumi.

Tidak hanya melawan Belanda, Perang Diponegoro juga menjadi perang saudara antara orang-orang keraton yang berpihak pada Diponegoro dan yang anti-Diponegoro atau antek Belanda. Akhir dari perang ini menjelaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross