Sekilas Perjuangan Besse Kajuara di Bone, Wanita Tangguh yang Tolak Tunduk ke Penjajah

Publish by Redaksi on 14 September 2023

NEWS, IDenesia.id - Besse Kajuara, yang juga dikenal sebagai Ratu Kerajaan Bone ke-28 dengan nama lengkap Tenriawaru Pancaitana Besse Kajuara, memerintah di Bone dari tahun 1857 hingga 1860. Beliau meneruskan kepemimpinan setelah suaminya yang bernama La Parenrengi Arumpugi Sultan Ahmad Saleh Muhiddin, Matinroe ri Ajangbenteng, Raja Bone ke-27, meninggal dunia. 

Walaupun masa pemerintahannya hanya berlangsung selama tiga tahun, namanya akan selalu diingat sebagai pemimpin yang gigih dalam melawan penjajah Belanda. Besse Kajuara bukan hanya seorang pemimpin kerajaan, tetapi juga seorang panglima perang yang memimpin pasukannya sendiri melawan pasukan kompeni Belanda, oleh Jenderal Mayor Steinmetz. 

Besse Kajuara merupakan raja perempuan yang tegas menentang kolonialisme, dan terlibat perang terhadap pemerintah Hindia Belanda. Ketegasannya menolak pembaharuan Perjanjian Bongaya yang ditawarkan Hindia Belanda mempengaruhi peta politik pada masa itu.

Perang antara Bone dan Belanda berlangsung selama satu tahun, dan akhirnya, demi kepentingan rakyat Bone, sang ratu memutuskan untuk mengungsi ke daerah Passempe. Sebelum perang tahun 1859, kerajaan Bone menghadapi berbagai masalah geografis dan etnografis yang kompleks. Namun, semangat perjuangan yang tak pernah padam ditunjukkan oleh Besse Kajuara, yang membantu kerajaan Bone bangkit kembali. 

Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, ia tetap kuat dan bertekad mempertahankan wilayahnya. Pemerintahan Besse Kajuara di bawah kepemimpinannya menolak tunduk pada tekanan pemerintah kolonial Belanda, yang akhirnya memunculkan ketegangan antara mereka. Belanda akhirnya mendarat di Bajoe, dan terjadi pertempuran sengit yang berlangsung selama satu tahun, yaitu pada tahun 1859. 

Pertempuran sering kali terjadi di Sungai Cenrana, dengan pasukan Belanda mempertahankan posisi mereka di Bajoe. Ratu Besse Kajuara memberikan ultimatum bahwa setiap jengkal tanah Bone harus dipertahankan. Ia memimpin 800 pasukan berkuda menuju wilayah yang menjadi target kolonial. Selama perang, ia juga sering memberikan nasehat kepada para prajuritnya. Sang ratu akhirnya meninggal di kampung kerabatnya, dan diberi gelar anumerta Ratu Matinroe ri Asseajingenna, yang berarti ratu yang wafat di kampung kerabatnya.

Kekalahan pasukan kerajaan Bone bersama koalisi (Suppa,Tanete) tidak lantas membuat sosok Besse Kajuara dikecilkan namanya. Ia tetap mengukir sejarah andil perempuan yang tegas melakukan perlawanan terhadap operasi kolonialisme. Kehadirannya dalam konstelasi politik dan peperangan melawan penjajahan menunjukkan bahwa perempuan Bugis tidak secara determinan hanya di ranah domestik. Melainkan memiliki peran strategis yang berpengaruh besar terhadap kondisi sosial masyarakat. 

Sumber: Buku Besse Kajuara, Srikandi Tangguh dari Timur - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross