Kalamba di Situs Megalitik Pokekea di Lembah Behoa, Desa Hangira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, diperkirakan sudah ada sejak 2.500 tahun sebelum Masehi. (Foto: versesofuniverse.blogspot.co.id)

Situs Megalitik Pokekea: Cermin Peradaban Maju dari Dataran Sulawesi

Publish by Redaksi on 7 March 2023

NEWS, IDenesia.id - Bila pengunjung masuk ke Situs Megalitik Pokekea, Baliura, Lore Tengah, Baliura, Poso, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah akan langsung disambut dengan kalamba setinggi 190 sentimeter dengan garis tengah 160 sentimeter dan kedalaman 90 sentimeter.

Kalamba dalam bahasa Lore, bahasa yang dipakai masyarakat Lembah Behoa, berarti perahu arwah. Bentuknya menyerupai drum atau tong yang terbuat dari batu. Sementara itu dalam kehidupan modern, kalamba identik dengan tempayan untuk menyimpan air.

“Wajah-wajah manusia yang terukir di dekat mulut kalamba itu menunduk hormat memberi salam,” tulis Videlis Jemali dalam Tanah Air: Cermin Agung di Lembah Behoa dimuat Kompas.

Di Situs Megalitik Pokekea itu terdapat 27 kalamba dari 113 benda purbakala di tempat itu. Sisanya berupa arca berukiran wajah manusia dan lempengan batu. Situs tersebut merupakan satu dari 50-an lokasi penemuan peninggalan kebudayaan megalitikum di Lembah Behoa.

Total ada 300-an benda megalitik di sekitar 40 situs yang tersebar di Kecamatan Lore Tengah yang tersebar di Desa Katu, Rompo, Toriere, Bariri, Doda, Hangira, dan Lempe. Benda-benda tersebut sudah ada sejak 2.500 tahun Sebelum Masehi (SM).

“Peninggalan tersebut kebanyakan berupa kalamba dan arca berukir wajah manusia,” ucap Badan Arkeologi Manado.

Sementara itu, jelasnya kalamba diperkirakan memiliki dua kegunaan. Pertama sebagai kuburan. Kemudian yang kedua adalah tempat penyimpanan tulang. Hal ini merujuk pada penelitian yang menemukan tengkorak dan gigi lebih dari satu individu.

“Kalamba bermotif dipakai sebagai kuburan kedua,” katanya.

Pada legenda yang berkembang di masyarakat Lore, kalamba juga dipercaya dipakai sebagai tempat penyimpanan air mandi untuk para putri bangsawan. Dalam hal ini kalamba polos yang digunakan.

Semua benda peninggalan megalitik di Lembah Behoa terbuat dari batu. Serpihan ukiran dan pahatan benda-benda tersebut berada di dua situs di hutan Hangira. Kedua situs itu diduga menjadi bengkel produksi benda-benda megalitik.

Tokoh adat Desa Doda, Aminadab Soro menyatakan benda-benda purbakala tersebut menunjukkan tingginya peradaban manusia pada masa itu. Benda-benda yang sangat indah ini dihasilkan dari cara berpikir dan keterampilan yang canggih.

“Kesadaran itu pula yang membuat warga di Lembah Behoa menjaga benda-benda tersebut,” katanya.

Disebutkan oleh Aminadab, sebelum penelitian situs-situs megalitikum di Sulteng pada 1980, warga tidak terlalu memperdulikan kehadiran benda-benda purbakala itu. Karena saat itu warga belum paham nilai besar yang terkandung di dalamnya.

“Setelah para peneliti menyosialisasikan penemuan terkait benda-benda itu, kami jadi paham,” ujarnya.

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross