Musik Hutan (IGmusikhutan)

Warga Musik Hutan, Anda Harus Baca Ini!

Publish by Redaksi on 30 August 2022

NEWS, IDenesia.id – Musik Hutan adalah event yang memadukan seni, kreatifitas, semangat, independensi dan kecintaan terhadap alam semesta. Setelah ‘beristirahat’ hampir tiga tahun lamanya, perhelatan Musik Hutan akhirnya kembali digelar tahun ini dan rencananya akan dihelat di Bengkasaile, Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa, 9-11 September 2022.

Untuk melengkapi kerinduan Anda, kami hadirkan untuk Anda liputan khusus tentang sejarah lahirnya Musik Hutan.

Sejarah ini bermula dari mimpi yang lahir di sebuah lembah bernama Ramma yang terletak di antara Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang, medio 2007 silam.

Di bawah selimut kabut yang datang dan pergi diam-diam di lembah itulah, ide untuk membuat sebuah pentas musik di tengah lebatnya hutan lahir dari beberapa anak muda yang saat itu tengah nge-camp di Lembah Ramma. Namun, tak sesederhana memimpikannya, dibutuhkan waktu 7 tahun untuk mewujudkan ide besar tersebut.

 

Musik Hutan I 2014

Sepulang dari menikmati acara Jazz Gunung yang dihelat di Gunung Bromo, Jawa Timur, tahun 2014, obrolan para pemimpi di Lembah Ramma 7 tahun silam itu pun kembali mengemuka. Idenya tetap sama, pertunjukan musik di tengah hutan.

Niatnya ingin menghadirkan konsep berbeda. Salah satunya yakni memberi ruang bagi musisi lokal dan menjaga kelestarian alam.

Dan, di sebuah malam di bulan Mei 2014, bertempat di sebuah warung kopi di jalan Arief Rate Makassar, berkumpullah belasan anak muda dengan beragam hobi dan skill. Mereka menggodok mimpi. Pembahasan berubah serius.

Ide-ide liar dirangkum penjadi potongan-potongan puzzle konsep yang akhirnya bermuara pada lahirnya sebuah kesepakatan untuk membuat sebuah even bertajuk ‘Musik Hutan’.

Kumpulan para anak band, designer grafis, sound engineer, mahasiswa pecinta alam, fotografer, videografer hingga art director itu pun berbagi peran.

Tim awal bertambah, pesat. Jumlahnya bahkan mencapai angka 30-an orang. Beberapa bertugas melakukan survei lapangan, sebagian lainnya mempersiapkan promosi, mengurus tiketing, perijinan dan administrasi, hingga menyusun konsep acara serta menghubungi para talent.

Mereka pun bersepakat menjadikan kera Macaca Maura, binatang endemik Sulawesi Selatan sebagai maskot Musik Hutan.

Mimpi panjang itu akhirnya berubah nyata pada tanggal 5 hingga 7 Agustus 2014. Sejarah mencatat hari tersebut sebagai momen lahirnya sebuah even karya anak-anak muda kreatif Makassar yang kelak mengambil peran besar dalam pengembangan industri musik, industri kreatif dan dunia pariwisata di Sulawesi Selatan.

Digelar di Hutan Pendidikan Unhas, Bengo-Bengo, Kabupaten Maros, perhelatan Musik Hutan pertama yang mengusung tema ‘Teduhnya Nada’ berhasil menarik animo masyarakat, khususnya dari kalangan generasi muda.

Tak hanya itu, strategi memanfaatkan sosial media sebagai media promosi, terbukti ampuh. Tak sedikit wisatawan asing yang melirik dan tertarik dengan konsep yang ditawarkan oleh panitia pelaksana. Mereka datang, mereka menari, mereka bernyanyi, mereka bersenang-senang.

300 kuota pengunjung yang dipatok panitia yang terdiri dari paket VIP, paket tenda dan paket festival, sold out. Keraguan terjawab sudah. Musik Hutan sukses besar.

Di tengah teduhnya hutan pinus Bengo-Bengo, para pengunjung dihipnotis oleh alunan musik dari para musisi lokal. Hal ini disempurnakan dengan beragam pertunjukan lainnya seperti pentas teater, pembacaan puisi, pameran, diskusi lingkungan dan literasi hingga lezatnya pelbagai jenis pilihan makanan di foodcourt yang disiapkan panitia.

Penyelenggaraan Musik Hutan yang pertama pun menjadi pondasi awal penyelenggaraan Musik Hutan di tahun-tahun berikutnya.

Aturan yang ditetapkan pihak panitia terbukti bernilai manfaat bagi pelestarian dan perlindungan alam. “Saat itu kami menyiapkan sanksi denda bagi para pengunjung yang membuat api unggun di sembarang tempat, merusak pohon dan membuang sampah sembarangan,” terang Bobay Fajar Purna, salah seorang inisiator Musik Hutan.

Sanksi berupa denda sebesar Rp 50 ribu bagi pengunjung yang buang sampah tidak pada tempatnya, Rp 500 ribu bagi yang membuat api unggun di sembarang tempat dan sanksi sesuai aturan kehutanan bagi yang merusak pohon, di kemudian hari terbukti berdampak nyata pada pelestarian dan perlindungan lingkungan, serta hidupnya ekonomi kerakyatan melalui sektor pariwisata. “Awalnya kami cuma tak ingin hutan kotor,” lanjut Fadly Hamsi yang akrab disapa Pidong, salah seorang inisiator Musik Hutan lainnya yang berdua dengan Bobay masih terus bertahan 'mengurus' Musik Hutan.

 

Musik Hutan II 2015

Waktu berlanjut dan keberhasilan yang diraih pihak panitia kembali ikut berlanjut pada pelaksanaan Musik Hutan ke-dua yang dihelat pada tahun 2015.

Masih mengambil tempat di Hutan Pendidikan Unhas, Bengo-Bengo, Kabupaten Maros, perhelatan Musik Hutan ke-dua pada 28 hingga 30 Agustus 2015 bahkan melebih pencapaian Musik Hutan tahun sebelumnya. Kuota 500 pengunjung yang dipatok pihak panitia pelaksana kembali tandas tak tersisa.

Beragam ide kreatif pun muncul dan terwujud pada pelaksanaan Musik Hutan tersebut, diantaranya dengan hadirnya mata uang Macaca Maura yang digunakan oleh panitia pelaksana sebagai alat transaksi dengan para pengunjung selama pelaksanaan Musik Hutan.

Kesuksesan pelaksanaan tahun sebelumnya juga mengundang perhatian para musisi luar Sulawesi Selatan. Pihak manajemen band-band sekelas Dialog Dini Hari, Musik Kimia, Payung Teduh hingga Mata Jiwa mulai membuka ruang komunikasi dengan panitia. Di satu sisi, pihak panitia saat itu masih mengandalkan 100 persen pemasukan dari penjualan tiket, transaksi foodcourt serta merchandise.

Tak berhenti sampai di situ, beragam konsep pengembangan juga ikut hadir pada pelaksanaan Musik Hutan kedua yang mengusung tema ‘Pshycodelic’. Tampilnya kalangan komunitas seperti Komunitas Literasi, Seribu Guru serta hadirnya pameran foto, lukisan dan kerajinan tangan serta pameran pelukis kaca, melengkapi catatan kesuksesan panitia pelaksana.

 

Musik Hutan III 2016

Pada pelaksanaan Musik Hutan yang ke-tiga yang digelar pada tanggal 9 hingga 11 September 2016, Musik Hutan mencatat kesuksesan luar biasa. Pengunjung tembus hingga sekitar 1000 orang. Meninggalkan Hutan Pendidikan Unhas, Bengo-Bengo, Kabupaten Maros, Musik Hutan 2016 hijrah ke Hutan Pinus Bonto Rappe, Desa Bissoloro, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa.

Momen itu pun menjadi momen penting bagi pelaksanaan Musik Hutan. Di tahun tersebut, pengelolaan Musik Hutan resmi berbadan hukum dengan lahirnya CV Macaca yang menjadi pelaksana resmi even Musik Hutan.

Di perhelatan ke-tiga yang mengusung tema ‘Karnaval’, band-band indie dari luar Sulawesi Selatan mulai tampil di Musik Hutan, seperti band dari Bali, Bandung dan Palu. Jumlah ini terus bertambah di tahun-tahun berikutnya. Namun, tingginya peminat tak mengoyahkan niat awal pengelola. Pembatasan tetap dilakukan. Presentasenya jelas, 70 persen untuk band lokal dan 30 persen band luar.

Di tahun itu juga, panitia menetapkan Desa Bissoloro sebagai desa binaan Musik Hutan. Salah satu tujuannya yakni mengedukasi warga untuk memanfaatkan hutan di sekitar mereka sebagai hutan wisata alam.

2016 memang mencatat begitu banyak pencapaian penting. Diantaranya dengan pemberdayaan warga desa sekitar. Pihak pelaksana memperjuangan kepentingan masyarakat desa dengan menyiapkan dan membangun infrastruktur di lokasi  pelaksanaan Musik Hutan.

Pasca even, seluruh infrastruktur Musik Hutan diserahkan ke warga desa untuk dijadikan modal awal serta batu loncatan menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat wisata. Musik Hutan meninggalkan banyak fasilitas semisal tenda-tenda VIP, toilet hingga tandon air serta beratus ratus meter pipa air, termasuk menyiapkan lahan parkir.

Tak semudah membalikkan telapak tangan, edukasi warga desa tak semudah yang dibayangkan. Butuh waktu berbulan-bulan untuk meyakinkan warga desa jika Musik Hutan membawa manfaat bagi mereka. Belum lagi ditambah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membuat infrastruktur. Namun didasari niat baik, beragam kendala akhirnya bisa dilalui.

 

Musik Hutan IV 2017

Di tahun 2017, Musik Hutan kembali hadir. Kali ini  mengusung tema ‘Karnavalshycodelic’ pada tanggal 6 hingga 8 Oktober.

Masih mengambil lokasi di Hutan Pinus Bonto Rappe, Desa Bissoloro, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, pelaksanaan Musik Hutan ke-empat ini pun lagi-lagi bak cahaya yang menarik kehadiran para laron. Sponsor berdatangan. Atas nama kenyamanan, pelaksana kembali membatasi kuota pengunjung. Lagi-lagi kuota 500 pengunjung ludes tak tersisa. Musik Hutan ke-empat tahun 2017 sukses membuat pengunjung senang dan pelaksana senyum.

 

Musik Hutan V 2018

Tak ada gading yang tak retak. Di tahun 2018, catatan kesuksesan Musik Hutan tak berjalan semulus tahun-tahun sebelumnya.

Pelaksanaan Musik Hutan ke-lima yang digelar pada 5-7 Oktober di Hutan Pinus Dusun Bonto-Bonto, Puca’, Desa Tompobulu, Maros, pembangunan infrastruktur jalan menuju ke lokasi menjadi kendala utama. Tak sesuai perencanaan, kendala tersebut mengerus banyak dana dan pikiran.

Meski demikian, catatan keberhasilan tetap tak pergi jauh. Di tahun tersebut, Musik Hutan yang saat itu mengusung tema ‘Bersinergi’, berhasil membuktikan keharuman nama baiknya dengan adanya dukungan penuh dari Kementerian Kominfo.

Musik Hutan 2019 dan 2020

Di tahun 2019, para warga Musik Hutan akhirnya harus menanggung rindu. Pihak pengelola memutuskan tak menggelar Musik Hutan. 2019 menjadi tahun instrospeksi. Beristirahat sejenak sembari mengevaluasi pelbagai pencapaian dan kendala adalah pilihan berat yang harus ditunaikan.

Manusia hanya bisa berencana, tapi Sang Pemilik Hidup adalah penentu. Ide telah dirangkum menjadi konsep. Persiapan telah dilakukan tahap demi tahap, namun rencana untuk menggelar Musik Hutan dengan tema, ‘Mendengar’ di hutan pinus Moncong Sipolong, Desa Bissoloro, Kabupaten Gowa, pada tahun 2020 harus tertunda. Lagi-lagi ini kian membuncahkan rindu para pecinta Musik Hutan. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) membungkam begitu banyak rencana, termasuk perhelatan Musik Hutan.

 

Musik Hutan 2021

Di tahun 2021, Musik Hutan tetap tak bisa digelar karena terus berlanjutnya pandemi Covid-19 di Indonesia.

 

Musik Hutan 2022

Setelah vakum hampir tiga tahun lamanya, perhelatan Musik Hutan pun akhirnya bisa kembali digelar tahun ini. Atur waktu libur Anda dan sempatkan datang, bergembira serta belajar bersama di Bengkasaile, Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa, 9-11 September 2022.

Akhir kata, dengan beragam cerita yang telah tergurat dalam catatan panjang perjalanannya, satu hal yang menjadi keniscayaan, Musik Hutan adalah pembuktian dari kekuatan sebuah mimpi. Kumpulan anak-anak muda itu berhasil membuktikan bahwa mereka bisa mencintai Indonesia dengan cara mereka sendiri, dengan cara yang berbeda, dengan cara Musik Hutan!

 

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross