Ilustrasi, Sultan Hasanuddin. (Foto: Newstempo.github.io / danangkuki.deviantart.com).

Cikal Bakal Pemberian Gelar Ayam Jantan dari Timur untuk Sultan Hasanuddin

Publish by Redaksi on 13 September 2023

NEWS, IDenesia.id - Ambisi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) untuk memonopoli perdagangan di wilayah nusantara selalu menimbulkan polemik dengan penduduk. Salah satu wilayah yang keras menentang kehadiran VOC adalah Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Letak geografis Kerajaan Gowa yang strategis, di tengah jalur sibuk pelayaran dan perdagangan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan timur.

Posisi teritorial ini, menjadikan Gowa sebagai pusat penting dalam jalur perhubungan antara Pulau Jawa, Kalimantan, dan Kepulauan Maluku yang terkenal dengan rempah-rempahnya. Faktor ini pula yang menjadi pemicu utama VOC, kongsi dagang Hindia-Belanda, berkeinginan menguasai dan memonopoli perdagangan di wilayah ini. 

Namun, dalam upaya untuk memonopoli perdagangan di Gowa pada abad ke-17, VOC menghadapi sejumlah kendala. Kendala tersebut terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa Kerajaan Gowa saat itu dipimpin oleh seorang raja yang keras menentang praktik monopoli perdagangan yang diterapkan oleh VOC. Raja tersebut adalah Sultan Hasanuddin, raja ke-16 Kerajaan Gowa yang lahir pada 12 Januari 1631. 

Sebelum menjadi raja, nama aslinya adalah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah ia naik tahta, barulah bergelar Sultan Hasanuddin. Sebelum Sultan Hasanuddin menduduki singgasana kerajaan, orang-orang Gowa sudah tidak suka dengan kehadiran bangsa Barat yang ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku. 

Saat tampuk kerajaan dipegang olehnya, barulah perlawanan mulai terjadi. Sultan Hasanuddin mengawali perlawanan dengan VOC pada tahun 1660. Di bawah komando Sultan Hasanuddin, pasukan Kerajaan Gowa yang terkenal dengan ketangguhan armada lautnya mulai mengumpulkan kekuatan bersama kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk menentang dan melawan VOC.

Ketika Kerajaan Gowa meningkatkan kekuatannya, VOC tidak tinggal diam. Mereka mulai menjalin kemitraan dengan Kerajaan Bone, yang sebelumnya memiliki hubungan yang tegang dengan Gowa. Langkah ini dimanfaatkan oleh VOC untuk mengumpulkan kekuatan guna menghancurkan Kerajaan Gowa. Namun, pasukan militer Gowa terbukti tangguh dan sulit untuk dikalahkan oleh VOC dan sekutunya.

Setelah tiga tahun berlalu, pada tanggal 24 November 1666, pasukan VOC di bawah komando Laksamana Cornelis Janszoon Speelman memulai pergerakan besar-besaran. Armada laut VOC meninggalkan pelabuhan Batavia menuju Somba Opu, ibukota Gowa. Pada tanggal 19 Desember 1666, armada kuat VOC tiba di depan Somba Opu, ibukota dan pelabuhan Kerajaan Gowa. 

Speelman awalnya mencoba mengintimidasi Sultan Hasanudin, tetapi saat tuntutannya diabaikan, Speelman segera mengancam agar Kerajaan Gowa mengganti semua kerugian yang timbul akibat pembunuhan orang Belanda oleh orang Makassar. Ketika peringatan VOC diabaikan, Speelman memerintahkan tembakan meriam yang hebat terhadap posisi pertahanan Gowa. Tembakan meriam dari kapal VOC dibalas dengan serangan balik yang kuat dari benteng-benteng pertahanan Gowa. 

Ini memicu pertempuran sengit dan duel meriam antara kapal-kapal VOC dengan benteng-benteng pertahanan Gowa. Pertempuran berkecamuk terus berlanjut, dengan VOC diperkuat oleh pasukan Kerajaan Bone yang dipimpin oleh Arung Palakka. Akhirnya, setelah tidak mampu lagi menahan serangan dari VOC dan pasukan Bone, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. 

Perjanjian ini mengakui monopoli VOC yang telah lama diperjuangkan dan mengakui Arung Palakka sebagai Raja Bone. Wilayah Kerajaan Gowa teritorialnya mengecil. Akan tetapi, itu semua tidak serta-merta memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta para pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pasca perjanjian, namun sayang tidak membuahkan hasil yang maksimal sehingga VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan.

Meski tak bisa mengusir bangsa Barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai ia wafat pada 12 Juni 1670 di kabupaten Gowa. Selama perlawanannya, Sultan Hasanuddin diberi julukan De Haantjes van Het Oosten yang berarti Ayam Jantan dari Timur karena semangat dan keberaniannya dalam menentang monopoli VOC.

Pemerintah juga telah menetapkan Sultan Hasanuddin menjadi pahlawan nasional lewat Surat Keputusan Presiden RI No. 087/TK/1973 sebagai bentuk penghargaan atas perjuangannya dalam mempertahankan harga diri bangsa. 

Sumber: Buku Sultan Hasanuddin Menentang VOC terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1975 - Direktorat SMP Kemendikbud RI.

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross