Ilustrasi, penari Pakarena. (Foto: Tripadvisor).

Memahami Makna Warna dan Gerak di Balik Tarian Tradisional Sulsel Pakarena

Publish by Redaksi on 28 October 2023

NEWS, IDenesia.id - Sulawesi Selatan, tak hanya dikenal dengan beragam kekayaan sumber daya alam yang memukau, daerah ini juga identik dengan keberagaman budaya dan kesenian yang tak pernah habis untuk diceritakan. Banyak misteri yang tersimpan di balik kisah tentang peradaban daerah ini. Salah satunya adalah seni tari Pakarena. 

Pakarena merupakan salah satu dari lima tari klasik yang menjadi identitas Sulsel. Tari tradisional nusantara yang lahir dan berkembang dalam kultur dan tradisi di daerah Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bulukumba, ini memiliki sejarah yang unik. Gerakan tari pakarena tercipta dari gerakan-gerakan putri kayangan yang turun ke bumi. 

Penduduk asli Gowa percaya dahulu ada sekelompok putri kayangan yang turun ke bumi dengan misi mengajarkan perempuan bumi pelajaran kewanitaan, seperti berhias dan menenun. Kedua pelajaran tersebut, misalnya, nampak jelas dalam gerakan tari Pakarena yang disebut dengan Sanrobeja dan Angani.

Pakarena dipentaskan oleh perempuan yang terdiri dari dua baris. Tiap baris terdiri dari tiga sampai lima orang. Berdasarkan perkembangannya, hal tersebut tidak lagi menjadi pakem dalam tari Pakarena. Dalam panggung kontemporer, misalnya, jumlah penari pakarena disesuaikan dengan besar-kecilnya panggung. Meski demikian, ada satu fungsi penari yang tidak boleh berubah, yaitu punggawa pakarena. 

Penggawa Pakarena merupakan salah seorang yang bertugas sebagai pemimpin. Penari ini ditandai dengan selalu memukul gendrang sepanjang pementasan. Dilihat dari segi kostum, pada umumnya penari Pakarena menggunakan Baju Bodo berwarna merah. Para penari dilengkapi dengan berbagai aksesori, seperti tokeng (kalung), bangkara (anting), karro-karro tedong (gelang). 

Kemudian sulepe (ikat pinggang), kutu-kutu (hiasan kepala), kipas, pinang goyang di bagian kepala, dan sarung sutera yang warnanya disesuaikan dengan warna baju. Dahulu, terdapat peraturan menyangkut warna baju penari Pakarena. Warna Baju Bodo merah hanya dikenakan oleh kaum bangsawan sedangkan untuk kalangan di luar istana mengenakan warna hijau. 

Tetapi kini, penari pakarena bebas menentukan warna Baju Bodo yang digunakan. Tari Pakarena diiringi musik dinamis dan menghentak yang bersumber dari suara gendang atau gentang atau genrang. Selain itu, terdapat alunan alat musik tradisional lain seperti suara pui-pui dan sia-sia. Pui-pui merupakan alat musik yang terbuat dari kayu jati. Bagian pangkalnya menggunakan besi dan diselipkan potongan janur sebagai penghasil bunyi. 

Sementara, sia-sia merupakan alat musik bambu yang bagian ujungnya diberi celah sehingga menghasilkan bunyi yang nyaring. Meski diiringi oleh musik dengan ritme yang menghentak dan bersemangat, gerakan tari Pakarena tetap gemulai dan luwes. Hal itu menjadi kekhasan sekaligus sisi menarik dari tarian ini. 

Tari Pakarena menggambarkan perempuan yang lembut, mewakili sifat perempuan asli Bugis-Makassar yang sopan, setia, dan selalu menghormati pria dengan tetap mampu untuk mandiri. Tari Pakarena saat ini tak hanya dipentaskan dalam kegiatan adat, namun kerap ditampilkan dalam berbagai panggung kesenian nasional hingga internasional. 

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulawesi Selatan

 

#Topik Terkait

cropped-FAVICON-1.png
IDenesia Daily
hello world!
cross